Peristiwa Daerah

Kartini Banyuwangi ini Seumur Hidup Menjaga Senyum Anak-anak Mengembang

Jumat, 21 April 2017 - 16:37 | 40.13k
Mbah Boni, sosok Kartini Banyuwangi, yang menjaga senyum anak-anak tetap mengembang. (Foto : Syamsul Arifin/TIMES Indonesia)
Mbah Boni, sosok Kartini Banyuwangi, yang menjaga senyum anak-anak tetap mengembang. (Foto : Syamsul Arifin/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kulitnya sudah keriput, tubuh rentanya juga sudah tidak memungkinan untuk berdiri tegak. Namun semangatnya, mengingatkan akan kegigihan sosok pahlawan Nasional Raden Ajeng (RA) Kartini.

Ya, dia adalah Mbah Boni, perempuan manula asal Desa Kepundungan, Kecamatan Srono, Banyuwangi, Jawa Timur. Diusia yang sudah tak lagi muda, sekitar 108 tahun, dia tetap menjalani profesi yang digeluti sejak jaman penjajahan Jepang, yakni sebagai pembuat Kempling, sebuah alat musik pukul mainan.

“Saya tidak ingin berpangku tangan dan mengandalkan bantuan anak maupun saudara, hasil menjual Kempling saya buat biaya hidup sehari-hari, sebagian untuk jajan cucu,” katanya, Jumat (21/4/2017).

Di jaman penjajahan dan awal kemerdekaan, di desa setempat memang banyak ibu rumah tangga bekerja menjadi pembuat kempling. Namun lambat laun jumlahnya terus berkurang. Dan kini se-Banyuwangi hanya tersisa hitungan jari saja.

Mbah Boni adalah salah satunya. Makin tersingkirnya mainan tradisional oleh mainan modern menjadi alasan membuat kempling ditinggalkan.

Kempling adalah mainan rebana anak-anak. Terbuat dari adonan tanah liat, abu, air dan kertas bekas sak semen. Berbekal keahlian membuat gerabah, adonan dibentuk replika rebana. Setelah dikeringkan dan dibakar, kertas semen dipasang dengan lem tepung kanji.

Meski usianya sudah senja, namun Mbah Boni masih tampak terampil. Dalam satu hari, Mbah Boni mampu membuat 50-an buah kempling.

“Kalau kurang enak badan, hanya  bisa buat 25 sampai 30, kalau hujan juga tidak bisa buat, karena tidak bisa menjemur,” katanya dalam dialek bahasa khas Jawa Timuran.

Usaha Kempling memang tak membuat hidup Mbah Boni kaya. Namun dia punya alasan tersendiri untuk tetap melestarikanya. Ia hanya ingin anak-anak tetap bisa tersenyum senang dengan mainan buatanya. Niatan sederhana namun sangat mulia.

Mbah Boni bercerita, di jaman penjajahan Jepang, Kempling hanya seharga Rp 1 dan kini dihargai Rp 500 sampai Rp 1000 per buah. Meski tak menjanjikan berlimpah uang dan tak mendapat penghargaan dari pemerintah sekalipun, namun Mbah Boni setia mempertahankan mainan tradisional ini. Dan harus diakui, berkat tanganya, anak-anak jaman sekarang masih bisa memukul nyaring bunyi Kempling(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES