Kopi TIMES

Disruptive Mindset untuk Ujian Nasional

Sabtu, 08 April 2017 - 06:16 | 96.44k
M Hasan Chabibie, praktisi pendidikan. (Grafis: TIMES Indonesia)
M Hasan Chabibie, praktisi pendidikan. (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ujian Nasional seolah menjadi gerbang hidup mati, penentu hidup siswa-siswa selanjutnya. Bahkan, saking stressnya, beberapa siswa tidak tahan dengan tekanan psikologis. Kisah tentang siswa stres menjelang ujian, menjadi berita beberapa tahun lalu. Pada 18  Mei 2013, FW, siswa kelas III SMP di kawasan Bojongsari, Depok, stress berat. Ia tidak kuat menanggung beban psikologis dari ujian nasional. 

FW tidak sendirian. Ketika ujian nasional ditetapkan menjadi syarat utama kelulusan siswa, kisah sedih yang dialami anak-anak banyak kita dengar. Anak-anak cemas, orang tua siswa juga terjebak kebingungan. Ditambah lagi, ujian nasional konvensional membutuhkan persiapan yang luar biasa: distribusi peralatan ujian hingga ancaman kebocoran soal. 

Namun, itu cerita lama. Kisah-kisah tentang tersendatnya ujian nasional, karena distribusi soal dan ancaman kebocoran naskah, tidak lagi ditemukan. Saat ini, ujian nasional diselenggarakan dengan dukungan inovasi digital.  

Penyelenggaraan ujian nasional berbasis komputer tahun 2017 yang dimulai pada 3 April lalu, menandai transformasi sistem pendidikan di negeri ini. Inovasi teknologi buktinya dapat meningkatkan efektifitas pembelajaran, menjamin integritas serta memudahkan sistem penyelenggaraan, analisa dan proses pelaporan nilai serta data-data dari ujian nasional.

Pada tahapan ini, ujian nasional yang diikuti sekitar 1,3 juta siswa SMK berjalan lancar. Di enam provinsi, yakni DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bangka Belitung, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan telah 100 persen menyelenggarakan UNBK. Ujian Nasional pada tingkatan SMK kali ini, diikuti oleh 1.327.264 siswa, dari 12.509 sekolah.

Sebanyak 9.652 sekolah (78,58 sekolah), mengikuti UNBK, sementara sisasanya sejumlah 2.857 sekolah mengikuti UNPK. Dari jumlah siswa, sebanyak 88,6 persen siswa mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), yakni 1.176.391 siswa, dan sisanya sejumlah 150.855 mengikuti UNPK (Kompas, 4/4, dari data UNKB.Kemdikbud).

Tantangan terbesar UNBK kali ini, pada bidang infrastruktur, semisal ketersediaan komputer, jaringan internet, dan listrik  telah mendapat pengawalan khusus. Juga, sistem keamanan jaringan untuk mengantisipasi agar tidak ada kebocoran soal ujian.

Meski sudah dikerjakan dengan serius dan fokus untuk mengejar infrastruktur, ada beberapa kendala teknis yang perlu menjadi perhatian untuk perbaikan. Kendala teknis, terjadi di beberapa daerah: Jawa Barat (85 dari 1700 sekolah), Jawa Tengah (55 dari 1.366 sekolah), Sumatera Utara (37 dari 426 sekolah), dan Jawa Timur (32 dari 1300 sekolah), sebagaimana dirilis Indopos (04/4/17). 

Dari kategori kendala, sebagian besar karena infrastruktur sekolah (148 aduan), dan aplikasi (40 aduan). Kendala ini harus menjadi perhatian dengan perbaikan infrastruktur pendidikan dan penyempurnaan teknologi penopang ujian. 

Data kendala ini, harus ditindaklanjuti untuk perbaikan secara cepat, terarah dan terfokus demi penyempurnaan pada ujian selanjutnya. Pihak penyelenggara, telah merespon cepat untuk perbaikan dan antisipasi kendala pada ujian selanjutnya.

Transformasi pendidikan
 
Ujian nasional merupakan momentum untuk menguji kompetensi siswa. Sebagai tahapan uji kompetensi, ujian nasional dirancang untuk melihat peta kompetensi siswa sebagai sumber daya masa depan negeri ini. 

Pada tahun ini, sekolah penyelenggara ujian nasional berbasis komputer sejumlah 33.448, terdiri dari SMK/ SMA/sederajat, dan SMP/sederajat. Ujian nasional berbasis komputer kali ini, diikuti oleh 3.782.453 siswa dari semua tingkatan, meningkat drastis dari jumlah tahun 2016, sebanyak 921.862 siswa (Data Tempo, 5/4/17). Dari data tersebut kita melihat besarnya animo sekolah mengikuti ujian nasional kali ini,  dan sekali lagi teknologi  terbukti efektif sebagai solusi. 

Ujian Nasional menjadi mekanisme untuk mengukur pencapaian standar kompetensi lulusan, bukan untuk memasung siswa dalam soal-soal ujian. Dari laporan data Ujian Nasional, diharapkan menjadi pertimbangan perbaikan untuk ditindaklanjuti pihak-pihak yang menjadi penyelenggara pendidikan: pemerintah pusat, pemerintah daerah, sekolah, dan guru. Tentu saja, ujian nasional bukan untuk membuat siswa stress dan tertekan psikologisnya, namun untuk membuat anak didik fokus belajar, disiplin dan memiliki evaluasi pembelajaran yang lebih baik. 

Dengan ujian nasional berbasis komputer, diharapkan kualitas pendidikan sekaligus mekanisme evaluasinya menjadi lebih baik. Tidak ada lagi kisah-kisah lama tentang tersendatnya distribusi soal ujian, kebocoran data fisik soal ujian, hingga terlambatnya ujian nasional karena soal terlambat datang. Selain itu, siswa juga lebih gigih untuk berkompetisi dengan kejujuran dan kesiapan berprestasi. 

Ujian nasional berbasis komputer merupakan pengalaman berharga bagi insan pendidikan di negeri ini. Tidak hanya penyelenggara, namun juga siswa dan keluarganya. Di era disruptive ini, dimana inovasi teknologi menjadi tonggak kreativitas (McQuivey, 2013; Kasali, 2017), anak-anak kita harus berani berkompetisi untuk masa depan yang lebih cerah. Tentu saja, kedisiplinan, kesungguhan belajar, dan keikhlasan untuk menempa diri, berbanding selaras dengan disruptive mindset dalam proses pembelajaran. 

Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) telah menjadi gerbang baru peningkatan kualitas pendidikan di negeri ini. Inilah sebuah contoh 'disruptive mindset' dalam dunia pendidikan kita. Tujuannya, untuk menghasilkan pertumbuhan sumber daya generasi milenial yang berintegritas dan kompetitif di era digital. (*)
 
*M Hasan Chabibie, praktisi pendidikan

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Munawir Aziz
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES