Peristiwa Daerah Indonesia Mencari Kota Santri

New Zealand, Luxemburg dan Irlandia Jadi Tiga Negara Paling Islami

Rabu, 05 April 2017 - 16:01 | 401.04k
ILUSTRASI: Suasana pesantren. (Foto: Senda Hardika/TIMES Indonesia)
ILUSTRASI: Suasana pesantren. (Foto: Senda Hardika/TIMES Indonesia)
FOKUS

Indonesia Mencari Kota Santri

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Gagasan brilian dan kontroversial muncul dari dua peneliti handal asal George Washington University, yakni Scheherazade S Rehman dan Hossein Askari. Melalui penelitiannya berjudul How Islamic are Islamic Countries? Rehman dan Askari membuat indikator Islamicity Index yang menjadi ukuran tingkat keislamian sebuah negara.

Dari hasil dua peneliti tersebut kemudian membandingkan 208 Negara di seluruh dunia dengan menggunakan Islamicity Index tersebut. Hasil penelitian tersebut cukup mencengangkan bagi masyarakat Muslim, mengingat Rehman dan Askari justru menempatkan New Zealand, Luxemburg dan Irlandia sebagai tiga negara teratas yang memiliki kriteria paling Islami.

“Indonesia tak masuk kategori negara paling Islami. Kemana dan dimana Indonesia?” tanya Yusli Effendi, dosen FISIP Universitas Brawijaya (UB) yang juga Sekretaris Eksekutif Pusat Studi Pesantren dan Pemberdayaan Masyarakat (PSP2M) Universitas Brawijaya (UB) Malang, saat diskusi dengan jajaran Litbang TIMES Indonesia (LTI), di kantor redaksi TIMES Indonesia, pekan lalu.

santri1xZSyA.jpg

Dari analisis yang dilakukan Tim Perumusan Indeks Kota Santri, yang terdiri dari Siti Kholifah, Yusli Effendi dan HB Habibi Subandi, bahwa pasca tragedi serangan WTC 9/11 silam, kajian mengenai Islam dan terorisme menjadi topik terpopuler dari agenda internasional.

Di dunia akademik pun muncul tren peningkatan kajian yang berfokus pada Islam dan pengaruhnya terhadap kehidupan ekonomi, politik, hukum dan perilaku sosial masyarakat.

Menurutnya, Universitas dan lembaga pendidikan terkemuka di seluruh dunia merespon fenomena tersebut dengan membuka peminatan atau departemen baru yang secara khusus bernama Islamic Studies. 

Islam muncul sebagai bahan penelitian dan diskusi menarik di ruang-ruang kuliah, seminar, institusi pemerin- tahan, LSM, hingga korporasi bisnis di tingkat lokal dan multi-nasional.

santri3aXjIY.jpg

Publikasi penelitian bertajuk Islam bermunculan di banyak negara, baik negara Islam maupun negara Barat. Sebagai contoh, sebuah survei demografi dari Pew Research Centre yang dipublikasikan pada awal tahun 2015 menunjukkan bahwa Islam mencatatkan rekor sebagai agama yang mengalami perkembangan tercepat dibanding dengan agama lain (Ball, 2015).

Namun, dalam survei lain yang dipublikasikan Juli 2014 lalu, Pew Research Centre mencatat bahwa seiring dengan meningkatnya populasi tersebut ada kekhawatiran terhadap kemunculan ekstremisme dan terorisme di Amerika Serikat dan Negara-negara Timur Tengah (Pew Research Center, 2015).

Hasil penelitian bertajuk Islam tersebut tak jarang dijadikan sebagai rekomendasi kebijakan domestik maupun kebijakan luar negeri pemerintah sebuah negara. Saat itu, juga lahir gagasan brilian dan kontroversial yang dihasilkan oleh dua peneliti asal George Washington University, yakni Scheherazade S. Rehman dan Hossein Askari.

Penelitian berjudul How Islamic are Islamic Countries? itu membuat indikator Islamicity Index yang menjadi ukuran tingkat keislamian sebuah negara (Rehman dan Askari, 2010).

Kedua peneliti tersebut kemudian membandingkan 208 Negara di seluruh dunia dengan menggunakan Islamicity Index tersebut. Hasil penelitian tersebut cukup mencengangkan bagi masyarakat Muslim, mengingat Rehman dan Askari justru menempatkan New Zealand, Luxemburg dan Irlandia sebagai tiga negara teratas yang memiliki kriteria paling Islami.

santri24gY6v.jpg

Dari negara yang berpenduduk mayoritas Islam, seperti Malaysia hanya berada di diperingkat ke 38 dan Kuwait berada diperingkat 48. Secara keseluruhan negara-negara dengan penduduk mayoritas Islam berada pada peringkat yang buruk.

“Sementara Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia hanya menduduki peringkat ke 140 dunia,” beber Yusli Effendi.

Salah satu fenomena tersebut yang melahirkan penelitian perumusan Indeks Kota Santri di Indoensia. Dalam penelitian tersebut berupaya menawarkan kaidah yang akan memandu perumusan Indeks Kota Santri.

“Tiga kaidah induk tersebut adalah Walayah, Insaniyyah, dan Ma'ruf. Hal itu yang ditawarkan sebagai prinsip dasar. Ketiganya merupakan kaidah dasar yang diretaskan dari sumber hukum primer, sekunder, dan tersier dalam Islam,” jelas Yusli.

Berangkat dari kritik epistemologis terhadap konsep pembangunan dan negara atau kota Islami yang terpapar bias Barat, penelitian ini merangkum meta-kerangka kerja, model arketipal, dan pengakuan pada nilai-nilai lokal sebagai anjakan meretaskan tiga kaidah induk.

Tiga kaidah induk di atas menjadi acuan enam kaidah hukum yang akan diturunkan menjadi variabel dan indikator Indeks Kota Santri di penelitian berikutnya. Dengan menggunakan pendekatan poskolonialisme dan metodelintas disiplin serta pengumpulan data kualitatif, penelitian ini merupakan upaya transformasi ke aksi sekaligus indigenisasi norma universal Islam.

Secara global, penelitian yang dilakukan Rehman dan Askari memang  penting bagi perkembangan Islam di seluruh dunia dan masyarakat Muslim di Indonesia, mengingat indikator-indikator yang dikemukakannya cukup mendetail yang mencakup aspek Ekonomi, Hukum, Governance, Politik, dan HAM.

Sementara itu, dalam ranah akademik, kajian tersebut nilai Yusli, akan membawa perubahan bagi diskursus-diskursus tentang Islam yang selama ini dipengaruhi kuat oleh kajian tentang terorisme dan kontra-terorisme yang sangat bernuansa politis daripada akademis.

“Namun perkembangan Islam di Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim, memiliki keunikan yang tidak dimiliki negara lain. Indonesia memiliki lembaga pendidikan Islam tradisional yang unik dalam institusi Pesantren,” katanya.

Pesantren jelasnya, merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang merupakan transformasi dari lembaga pendidikan agama Hindu-Budha yang dulu dianut masyarakat Indonesia pada zaman Majapahit yang berpengaruh dalam pembentukan struktur sosial masyarakat pedesaan di pulau Jawa, dan pulau-pulau lain di Indonesia (Geertz, 1960).

Hingga saat ini, Pesantren masih memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia, baik dalam aspek sosial, ekonomi, politik, hingga budaya.

“Dalam penelitian ini, memfokuskan pada fenomena "Kota Santri" yang sering diberikan kepada kota-kota di Jawa. Beberapa kota yang selama ini mendapat julukan sebagai Kota Santri adalah Jombang, Situbondo, Pasuruan, Gresik, dan Kaliwungu,” katanya.

Namun kota santri tersebut seringkali hanya menjadi "Jargon" untuk mendeskripsikan bahwa di kota tersebut terdapat banyak lembaga Pendidikan Pesantren. Sementara untuk indikator lebih detail dari Kota Santri, belum pernah dikaji secara ilmiah.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini hendak mencari kriteria Kota Santri, dengan rumusan masalah penelitian sebagai berikut. Pertama, Bagaimana mendialogkan perspektif Islam dan tata nilai lokal dalam ranah kajian sosial masyarakat. 

“Keduaapa saja kaidah yang dapat ditemukan dari konsep "Kota Santri" yang sesuai dengan tata nilai dalam masyarakat santri? Saatnya Indonesia Mencari Kota Santri,” katanya. Laporan selengkapnya, bisa dibaca di laporan khusus yang akan terus disajikan oleh TIMES Indonesia. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Khoirul Anwar
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES