Ekonomi

Peternak Boikot Pakan Pabrikan, Agen Terus Merugi

Sabtu, 01 April 2017 - 16:46 | 184.08k
ILUSTRASI: Peternak ayam. (Foto: Dok. TIMES Indonesia)
ILUSTRASI: Peternak ayam. (Foto: Dok. TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Aksi boikot pakan ternak ayam pada empat jenis pakan pabrikan masih terus dilakukan para peternak ayam petelur di Blitar, Jawa Timur. Dampaknya, banyak agen pakan yang mulai merugi lantaran omset terus menurun.

Informasi yang dihimpun, para peternak melakukan boikot terhadap empat produk pakan pabrikan, seperti Pokphand, Japfa Comfeed, Malindo, dan Wonokoyo. Namun saat ini boikot hanya tinggal dilakukan terhadap Pokphand.  

Alasan peternak, pabrikan tersebut dituding menggelontorkan telur tunas ke pasar tradisional, sehingga membuat harga telur dari kalangan peternak hancur.

Telur tunas adalah telur yang sudah dibuahi yang harusnya ditetaskan dan dijual ke peternak ayam pedanging. Namun karena pasokan melimpah, sebagian telur tunas dijual ke pasar untuk telur konsumsi.

Hal inipun otomatis berdampak pada beberapa agen pakan pabrikan di Blitar. Seperti yang dikeluhkan Beky Hardihansyah (33) salah satu agen dari Desa/Kecamatan Wonodadi Kabupaten Blitar, yang mengaku mengalami penurunan omset hingga 5 persen pasca adanya aksi boikot.

"Sebelumnya saya bisa menjual 6 ribu ton pakan dalam sebulan, tapi kini menjadi 5500 ton," keluhnya saat ditemui wartawan  gudangnya, Sabtu (1/4/2017).

Selain agen pakan pabrikan, Beky juga mensuplay kebutuhan DOC (Day Old Chicken, ayam berumur sehari) bagi para peternak Blitar. Menurutnya,aksi boikot pakan pabrikan yang dilakukan para peternak, kurang tepat sasaran.   Apalagi jika ada pemikiran harga telur turun, karena pabrik menggelontorkan telur tunas ke pasar tradisional. Pasalnya, jumlah telur tunas yang dikeluarkan ke pasaran pasti sangat sedikit.

"Logikanya begini, telur tunas yang digelontorkan ke pasar itu sangat sedikit karena itu telur sortiran. Kalaupun banyak pasti pengusaha merugi. Hitungannya begini, untuk telur tunas yang sudah jadi bibit ayam (doc) bisa terjual Rp 5 ribu per ekor.  Kalau masih berupa telur tunas hanya sekitar Rp 700 per butir. Jadi gak mungkin kalau pabrik itu memperbanyak jual telur tunas,"  papar Beky.

Lebih lanjut, Beky berharap agar para peternak bisa lebih dewasa menyikapi masalah ini. Jangan sampai lantaran hanya mengikuti ajakan teman, akhirnya kualitas maupun produksi dikorbankan.

"Harapan saya para peternak bisa dewasa menyikapi masalah ini. Jangan ada boikot seperti itu karena ujung-ujungnya berpengaruh juga pada produksi. Kalau begini kan agen seperti kami juga ikut terkena imbas, dan peternak juga terus berkurang produksinya," jelasnya.

Terpisah,  peternak ayam dari Desa Wonodadi, Zaenuri mengaku tidak begitu terpengaruh dengan aksi boikot semacam itu. Hal itu lantaran dia sudah menggunakan pakan pabrikan seperti Pokphand sejak awal meniti usaha pada 2003 silam. "Kalau saya tidak terpengaruh sama sekali, soalnya sudah lama pakai Pokphand. Jika harus ganti takutnya produksi ayam malah menurun," ujarnya.

Menurut Zainuri, selama memakai pakan pabrikan tersebut, dalam sehari bisa menghasilkan telur hingga 250 kilogram untuk 5000 ayam. "Meskipun harganya lebih mahal sedikit, tapi tak masalah lantaran tingkat produktifitas bisa mencapai 96 persen," jelasnya.

Selain itu, pabrik pakan juga membantu peternak binaan mereka dengan membeli telur dari peternak seharga Rp 15.500 per kilogram.

"Selama harga telur turun, pabrik pakan mau membantu membeli telur kami dengan harga tinggi. Nanti kalau harga sudah normal, kami juga dibebaskan untuk menjual ke pasar dengan harga normal kembali," ungkap Zainuri.

Kemarin, sekitar 1500 peternak asal Blitar menuju Istana Negara dengan naik 20 bus. Mereka menyampaikan empat tuntutan, di antaranya hentikan integritor , hentikan peredaran telur tunas di pasaran, sediakan jagung dengan harga murah dan stok cukup serta adanya larangan impor tepung telur sehingga pengusaha kue bisa membeli telur fresh dari para peternak.

Tuntutan ini terus dilakukan peternak , karena sejak awal tahun ini  mereka terus menderita kerugian akibat turunnya harga telur di tingkat peternak dikisaran Rp 13 ribu per kilogram. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES