Peristiwa Daerah

Tari Jaran Goyang, Refleksi Cinta, Mistis, dan Proses Penyempurnaan

Kamis, 23 Maret 2017 - 11:45 | 454.70k
ILUSTRASI: Tarian Jaran (Foto: istimewa)
ILUSTRASI: Tarian Jaran (Foto: istimewa)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sepenggal kisah romatis perjuangan seorang laki-laki yang ingin menggapai cinta perempuan pujaan hati tergambar jelas dalam gerak tari Jaran Goyang.

Tarian tradisional masyarakat suku Osing, Banyuwangi, Jawa Timur tersebut sebenarnya bercerita tentang karakter asli lelaki Blambangan yang tak kenal menyerah menakhlukkan hati perempuan pujaan hati. Selain itu, tarian ini juga mengisahkan tentang fenomena nyata yang terjadi pada kehidupan masyarakat suku Osing.

Tari ini merupakan aktualisasi masyarakat tentang adanya ajian Jaran Goyang yang merupakan mantra pemikat lawan jenis.

Seniman Sumitro Hadi, saksi sejarah tari Jaran Goyang bercerita panjang lebar saat TIMES Indonesia berkunjung ke Sanggar Tari Jingga Putih miliknya yang berlokasi di Desa Gladag, Kecamatan Rogojampi, Kamis (23/3/2017).

“Tari Jaran Goyang muncul atas ide dari S Parman, seniman asal Sumbersari, Srono. Tarian itu diciptakan kira-kira sebelum tahun 1965. Pada tahun 1969 saya diajak untuk menyempurnakan tarian itu,” jelas Sumitro.

Kala itu, Sumitro Hadi dilibatkan menyempurnakan tarian Jaran Goyang menjelang dilaksanakannya Pekan Olah Raga Nasional (PON) ke VII Surabaya tahun 1969. Karena tari Jaran Goyang akan ditampilkan pada acara pembukaan. Selain menyempurnakan tarian, pensiunan guru itu juga membantu mengaransemen gamelan bersama Kahfi, seniman musik asal Lemahbangdewo, Kecamatan Rogojampi.

Sumitro-Hadi1PJhc.jpgSumitro Hadi, tokoh dan saksi sejarah tari Jaran Goyang Banyuwangi. (Foto : Dian Efendi/ TIMES Indonesia)

“Penata musiknya saat itu adalah Rajuli, asal Desa Mangir,” tambahnya.

Usai tampil di acara pembukaan PON ke VII, gerak tari Jaran Goyang terus disempurnakan oleh Sumitro Hadi hingga tahun 1975. Selama enam tahun proses penyempurnaan, Sumitro bersama seniman yang lain berhasil mengurangi durasi waktu penampilan, mengubah aransemen musik, menambah gerak, dan menyempurnakan ekspresi.

“Mulanya tarian Jaran Goyang tidak memiliki gerakan melempar bunga ke tubuh penari perempuan,” jelasnya.

Tari Jaran Goyang yang lazim ditampilkan pada pertunjukan kesenian di Banyuwangi itu, menurut Sumitro memiliki makna yang cukup dalam.

Dalam gerak penari Jaran Goyang dikisahkan, seorang pemuda jatuh cinta kepada seorang gadis. Namun apa yang diharapkan ternyata mendapat penolakan.

Tak menyerah, pemuda tersebut terus menerus meyakinkan sang gadis dengan berbagai cara dan rayuan, namun usaha itu juga tidak membuahkan hasil.

Hingga pada akhirnya, sang pemuda memohon bantuan kepada sang pencipta agar kiranya dapat memiliki kekuatan untuk meluluhkan hati perempuan yang dicintainya.

“Makna melempar bunga adalah perwujudan dari kekuatan yang datang meluluhkan hati sang gadis sehingga balik tergila-gila,” ujar Sumitro.

Diakhir kisah, kedua muda mudi itu akhirnya mendapat kebahagiaan setelah cinta keduanya menyatu. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES