Kopi TIMES

Belajar dari Transformasi Bojonegoro

Kamis, 23 Maret 2017 - 04:44 | 94.74k
Grafis: Senda H/TIMES indonesia
Grafis: Senda H/TIMES indonesia

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Bagaimana memahami transformasi sebuah kota, dari pengembangan birokrasi dan peningkatan sumber daya manusia? Untuk memahami transformasi birokrasi dan masyarakatnya, kita bisa sejenak mengunjungi Bojonegoro, sebuah Kabupaten di Jawa Timur yang berbatasan dengan Jawa Tengah.

Dalam buku "Curse to Blessing" ini, Renald Kasali bersama timnya, melakukan riset untuk melihat kebijakan strategis dari pemimpin Bojonegoro, Suyoto--pria yang akrab disapa Kang Yoto. Sebagai Bupati Bojonegoro, Kang Yoto ingin agar pejabat-birokrat di bawah komandonya tidak bermental korup dan feodal. Ia ingin agar para pejabat menjadi pelayan rakyat, bukan malah dilayani. Seketika, banyak pejabat yang protes dan mengeluh dengan perubahan yang dilakukan Kang Yoto. Namun, perlahan mereka menerima dan memahami apa yang dilakukan oleh Bupati ini.

Transformasi Birokrasi

Ketika awal menjabat sebagai Bupati, Kang Yoto bergerak cepat dengan memetakan permasalahan mendasar yang ada di Bojonegoro. Ia berupaya membangun kawasan yang dianggap miskin dan terbelakang ini, sebagai Kabupaten yang menjadi percontohan di level Indonesia, bahkan diapresiasi di tingkat dunia. Beberapa kebijakan Bojonegoro mendapat penghargaan di tingkat nasional, dan proses transformasi yang dilakukan oleh jajaran pemerintahannya, dibahas dalam Public Lecture di Massachusetts Institute of Technology (MIT).

Kang Yoto cerdik dalam berkomunikasi, baik dengan jajaran pemerintahan maupun dengan rakyatnya. Ia membuka kran informasi dan memberikan akses yang luas bagi warga yang ingin melapor. Dengan menggunakan aplikasi LAPOR!, Kang Yoto dan jajaran SKPD Bojonegoro dapat memetakan problem mendasar di kawasan ini. Dari beragam masalah yang dilaporkan, dapat terpantau kemudian terdistribusi untuk mencari solusi yang tepat dan akurat.

Dalam membangun kepercayaan dengan jajaran birokrasi sebagai mesin administratif-pemerintahan, Kang Yoto bergerak cepat untuk membangun jaringan internal serta menguatkan kepercayaan di antara pejabat. Caranya? Ia berusaha memaafkan para pejabat yang tidak mendukung dirinya, dan mengubur kesalahan-kesalahan mereka yang mendukung lawan politiknya.

Pada malam sebelum pelantikan dirinya sebagai Bupati Bojonegoro, Kang Yoto mengumpulkan semua pejabat lintas SKPD dan memberikan pemaafan atas pilihan politik yang dilakukan oleh jaringan birokrat. Selanjutnya, Kang Yoto mengajak para pejabat pemerintahan untuk menandatangani Pakta Integritas, serta berjanji agar semua pegawai bekerja untuk kepentingan rakyat.

Untuk mereview perkembangan kerja, Kang Yoto menggelar pertemuan Jumat Pagi dengan para kepala dinas. Melihat kondisi ini, Renald Kasali menulis: "Terlihat sekali Kang Yoto, sang Bupati, sangat fair dalam melakukan penilaian tiap-tiap dinas, di depan kepala dinas lainnya. Karena apa yang ada pada sistem Lapor! juga terkoneksi dengan sistem miliknya" (hal. 65).

Dalam buku ini, Renald Kasali memotret proses transformasi yang terjadi di Bojonegoro, dari kawasan langganan bencana menjadi kabupaten yang kaya. Bojonegoro sebelumnya menjadi potret tentang kemiskinan, keterbelakangan pendidikan dan minimnya infrastruktur. Pertanian tersendat, karena kontur tanah yang tidak bersahabat. Banjir ketika musim penghujan dan kering ketika kemarau datang. Kang Yoto, sebagai Bupati Bojonegoro, bekerja keras dengan mengubal mental dan mindset masyarakatnya.

Menurut Renald Kasali, Kang Yoto berhasil membawa warga Bojonegoro berpandangan masa depan. Adanya dana abadi, dari hasil keuntungan produksi minyak yang melimpah di Blok Cepu, menjadikan warga Bojonegoro terjamin dalam peningkatan pendidikan dan kualitas kesehatan. Menurut Renald Kasali, Bojonegoro bukan Singapura. Hanya saja, seperti Singapura, ia pada awalnya juga tidak punya kelebihan apa-apa. Contohnya, ia tidak punya tanah subur dan gembur seperti kebanyakan tanah di Pulau Jawa.

Akan tetapi, pembangunan wilayahnya yang melesat membuat banyak orang bertanya-tanya bagaimana membuat wilayah yang secara potensial pada awalnya tidak terlalu besar, menjadi kawasan yang maju di Jawa Timur. Inilah inovasi-inovasi dari Kang Yoto, yang berhasil menjadikan warga dan aparat pemerintahannya, mendedikasikan diri untuk mengabdi, bergerak untuk masa depan kawasan Bojonegoro.

Nilai-nilai yang ditanamkan melalui Dialog Jumat, melalui disruptif birokrasi yang membuat kepala daerah sangat mudah diakses oleh rakyatnya untuk menyampaikan keluhan. Di sisi lain, warga diajarkan untuk mengawasi pemerintahan dengan Key Performance Indicator (KPI) untuk menilai pegawai pemerintahan, yang berdampak pada keputusan promosi. Selain itu, masyarakat Bojonegoro juga diajak untuk melihat masa depan, dengan perubahan mental yang berhasil memandang kekayaan minyak untuk masa depan, bukan dihabiskan pada saat ini.

Kang Yoto bergerak bersama rakyat, ini terbukti dari program-program pengembangan masyarakat yang selama ini ia selenggarakan. Apa yang terjadi di Bojonegoro, menjadi bukti betapa kepemimpinan menjadi bagian strategis untuk melakukan transformasi di daerah. (*)

Oleh: Munawir Aziz

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES