Peristiwa Nasional 9 Hari Bersama Raja Salman

Fikih Media Sosial 

Sabtu, 11 Maret 2017 - 19:01 | 76.95k
KH Abdul Adzim Irsyad (Grafis: TIMES Indonesia)
KH Abdul Adzim Irsyad (Grafis: TIMES Indonesia)
FOKUS

9 Hari Bersama Raja Salman

TIMESINDONESIA, JAKARTA
Kelak, Allah SWT akan menutup mulut manusia rapat-rapat agar tidak berbicara. Kemudian tangan-tangan mereka berbicara, sementara kakinya menjadi saksi terhadap apa yang telah dikerjakan. Begitulah kondisi manusia kelak di hari kiamat ketika menghadap Allah SWT. Sekecil apapun tindakan, ucapan seseorang, kelak akan dipertanggungjawabkan.

Kenapa Allah SWT menutup mulutnya. Sebab, mulut itu paling banyak berbicara, dan kadang tanpa merasa berdosa. Saat ini, ketika dunia sudah berubah, orang tidak banyak berbicara, tetapi lebih banyak menulis, terutama di medsos. Sejatinya, apa yang ditulis itu sebagai pengganti dari apa yang diucapkan. Hanya saja, orang yang suka menulis seputar kejelekan, kebencian kepada sesama, ternyata orang yang sangat picik dan penakut.

Lihat saja, banyak sekali orang menulis status melalui medsos, seperti; Fb, twitter, seputar kebencian dan permusuhan terhadap sesama tanpa merasa berdosa. Padahal apa yang dilakukan itu menyakiti dan melukai perasaan. Kadang, menyebarkan berta hoax, yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Padahal, itu juga dosa. Namun, ketika menulis rasanya tidak berdoa, karena memang merasa nyaman ketika menebarkan kebencian dan permusuhan melalu medos.

Imam Nawawi Al-Bantani menjelaskan di dalam Nasoikhul Ibad seputar bahaya lisan karena banyak berbicara. “Manusia yang paling banyak dosa pada hari kiamat adalah yang paling banyak bicara tak bermanfaat.” Rasulullah SAW pernah berkata dalam hadisnya; “Sebagian dari kesempurnaan Islam seseorang itu, meninggalkan suatu yang tiada gunanya (HR. Al-Tirmidzi)."
 
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW mengatakan; “Barang siapa yang ber-iman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, maka bertuturlah yang baik, atau lebih baik diam (HR Bukhori). Ketika berjumpa sesama muslim, hendaknya menyapa dan menebarkan salam.  Karena itu merupakan kebaikan yang amat agung. Rosulullah SAW juga mengatakan “tiap-tiap kebaikan itu bernilai sedekah (HR Bukhori).

Di era modern dan internetisasi ini, banyak sekali umat Islam yang tidak merasa berdosa ketika menyebarkan berita hoax. Padahal Allah SWT menegaskan; “Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasik dengan membawa berita penting, maka klarifikasilah”. 

Di sini, Allah SWT menggunakan “kalimat perintah”. Dengan demikian, hukumnya wajib.

Jangan pernah mengira, jika informasi yang disebarkan penuh dengan hoax itu tidak berdosa. Rasulullah SAW menerangakan; “Lidah akan dihukum lebih berat daripada terhadap anggota tubuh yang lain. Kemudian lidah itu bertanya “Wahai Tuhan, mengapa Engkau menghukumku lebih berat daripada menghukum anggota tubuh yang lain? Allah SWT menjawab; "Telah keluar dari mulutmu kata-kata yang menyebar sampai ke penjuru bumi. Kata-katamu itu telah membuat pertumpahan darah, penjarahan harta benda dan perkosaan”. ( Abu Nu'aim). Lihat, Nashaihul Ibad, 45-46.

Etika Menyebarkan Berita

Sudah dikutip di atas, setiap apa yang keluar dari lisan kelak akan dicatat dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Sampai-sampai Rasulullah SAW mengatakan “Orang muslim sejati itu adalah orang yang selamat orang muslim lainnya dari lisan dan tangannya. (HR. Bukhari). 

Jangan sampai orang Islam justru membuat rasa takut kepada sesama muslim, bahkan orang yang tidak se-iman juga merasa ketakutan dengan agama islam, sementara Rosulullah SAW mengajarkan agar setiap orang merasa nyaman di sampingnya.

Coba renungkan dawuhnya kanjeng Nabi Muhamamd SAW terhadap orang yang suka menebarkan berita. “Cukuplah seseorang itu dikatakan pendusta jika ia mudah menyebarkan setiap berita yang ia dengar.“ (HR. Muslim). Maka, celaka sekali bagi orang yang demen banget menebarkan berita lewat medsos yang di dalamnya dipenuhi kebencian, permusuhan, hasudan yang akhirnya menimbulkan fitnah.

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW mengatakan; “Seorang mu’min (yang sempurna) yaitu orang yang manusia merasa aman darah mereka dan harta mereka dari gangguannya (HR Tirmidzi). Ini menjadi renungan bagi setiap muslim, apaka sebagai umat muslim yang mengaku cinta kepada Rosulullah SAW, cinta kepada sahabat dan ulama, yang mengaku taat dan membela Al-Quran sudah mencipatkan rasa aman kepada sesamanya?

Ketika mendapatkan informasi atau berita melalui medsos, baik melalui facebook, twitter, QA, BB, maka pastikan:

Pertama, informasi tersebut benar adanya dan bisa dipertanggung jawabkan. Jika informasi atau berita itu tidak tahu siapa yang mengirimkan, atau datang dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab, maka perhatikan QS Al-Hujurat yang artinya; “Wahai orang-orang beriman jika datang kepada kalian orang fasik (berbuat dosa), dengan membawa berita penting, maka tabayyunlah terlebih dahulu”. Ketika tidak “tabayyun” berarti telah melanggar Al-Quran surat Al-Hururat ayat 6. Tabayyun yang dianjurkan itu, datang kepada orang yang bersangkutan. Sebab, ketika berita itu tidak benar, atau menimbulkan fitnah, berarti kita ikut serta menebarkan fitnah.'

Kedua, pastikan berita itu baik dan bermanfaat. Sebab, membebarkan informasi yang bermanfaat itu pasti akan mendapatkan pahala. Rosulullah SAW mengatakan; “Barang siapa menunjukkan pada kebaikan, maka orang itu akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya” (HR.Muslim). 

Bisa jadi, orang yang mebebarkan pada permusuhan dan kebencian, maka dia juga akan mendapatkan keburukan, selama keburukan itu terus menerus dilakan dan disebarkan. Medsos, merupakan media paling ampuh menebarkan fitnah dan permusuhan, sekaligus juga untuk menebarkan kebaikan.

Ketiga, memperhatikan negative dan positif sebuah berita. Biasanya di era internetisasi ini, seseorang itu ketika mendapapatkan informasi atau berita, dengan mudah, cepat, langsung membangikan “nge-share” berita tersebut. Buru-buru menjadi ciri khas dunia internetisasi ini.

Suatu ketika saat Rosulullah SAW memberikan kabar kepada Mu’adz bin Jabal tentang hak Allah SAW atas hamba-Nya adalah hendaknya mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu dan hak hamba atas Allah adalah tidak menyiksa hamba yang bertauhid dan tidak menyekutukan-Nya dengan siapapun. Saat itu Mu’adz meminta ijin kepada Rasulullah untuk mengabarkan hal itu kepada lainnya. 

Rasulullah melarang Muadz serara berkata “Jangan kamu beritakan hadis ini kepada mereka, (dikhawatirkan mereka salah paham), sehingga merasa cukup dengan tauhid dalam hati dan meninggalkan amal sholeh. (HR. Bukhari).Berita itu benar, penting dan bermanfaat, tetapi Rosulullah SAW memiliki pertimbangan, yaitu jangan tergesa-gesa. Rasulullah SAW khawatir berita itu menimbulkan mudharat dan fitnah yang akan terjadi jika umatnya,  karena waktu itu umat belum siap mendengarkan hadis tersebut. Tidak semua orang memiliki pemahaman yang sama, seperti pemahaman sahabat Mu’adz Ibn Jabal. 

Saat ini, banyak sekali orang memiliki Fb, twitter, IG. Hanphonenya juga secara otomatis bisa menerima berita, sekaligus mengirim berita. Namun, tidak semua orang muslim yang memiliki handphone itu, kemampuan memahami sebuah informasi penting. Maka dari itulah, banyak sekali informasi yang tidak penting (tidak manfaat), hoax, bahkan hingga fitnah bertebaran di handphone ke handphone.

Oleh karena itu, setiap orang harus hati-hati dan tidak terburu-buru. Jika mendapatkan berita atau informasi yang penting, hendaknya bertanya kepada ulama’ yang mengerti persoalan tersebut. Allah SWT berfirman “tanyalah kalian kepada ahli dikri (ulama’) jika kalian tidak mengerti” (QS Al-Nakh (16:43).

Ketahuilah, bahwa tergesa-gesa menerbarkan berita itu bagian dari pekerjaan Syetan, sebagaimaan Rosulullah SAW katakan dalam sebuah hadisnya yang artinya “sikap tenang itu dari Allah SAW, sedangkan sikap tergesa-gesa adalah dari setan. (HR. Hasan).

Pesan Rasulullah SAW ketika memasuki kota Madinah itu ada empat perkara, pertama yaitu menebarkan salam (menciptakan ketenangan terhadap sesama penduduk yang beragama agama dan keyakinan pada waktu itu). Suka berbagi (dermawan), kepada siapapun yan membutuhkan. Melestarikan silaturahmi (saling memaafkan sesama), karena itu menjadi ciri khas umat yang madani dan maju. Sebagai umat islam, selalu menhidupkan malam dengan tahujudan, agar hati semakin tenang dan tidak gegabah pada setiap persoalan (*)

* Penulis adalah alumnus Ummul Qura, pengurus PCI NU Arab Saudi dan GM TIMES Jazirah.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Khoirul Anwar
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES