Peristiwa Daerah

Gerakan Cakilan Mengantar SMPN 1 Purwoharjo Menuju Final

Sabtu, 25 Februari 2017 - 21:05 | 72.78k
Aksi grup Angklung Caruk SMPN 1 Purwoharjo yang mengundang sorak penonton. (Foto : Ahmad Su’udi / TIMES Indonesia)
Aksi grup Angklung Caruk SMPN 1 Purwoharjo yang mengundang sorak penonton. (Foto : Ahmad Su’udi / TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kedatangan SMPN 1 Purwoharjo, peserta nomor 12 dari wilayah selatan ke lokasi Festival Agklung Caruk, di Gedung Seni Budaya (Gesibu) Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur tidak sia-sia. Penampilan mereka mendapat sorak sorai banyak penonton karena kualitas musik dan tarian badutnya yang sangat bagus.

Kepada TIMES Indonesia, Mohamad Syahroni sang badut mengatakan dirinya mengandalkan gerakan Cakilan, Klono dan beberapa gerakan khas daerah lain dalam pertunjukannya.

“Saya latihan tari mulai umur 7 tahun dengan Kakek Yar, Mbah saya. Awal latihan Reog,” kata Syahroni yang mengaku kini telah sering manggung secara profesional ini, Sabtu (25/2/2017).

Sementara itu sang sinden Rahma Eka Diva Jelita tak kalah apik membawakan lagu Getak’i dengan iringan musik angklung, kluncing, saron, peking, kendang, kempul, dan slenthem.

http://cdn.inatimes.co.id/images/2017/02/25/Angklung-Caruk-SMPN-1-Purwoharjo1OwW94.jpgFoto: Ahmad Su'udi/TIMES Indonesia

“Tadi kawan-kawan main lagu Bendrongan, saya nyanyi pas lagu Getak’i. Itu ceritanya petani sedang di sawah ngusir burung dengan membentak-bentak agar burung kabur,” kata Rahma.

Suksesnya penampilan itu membuat SMPN 1 Purwoharjo terpilih sebagai salah satu penyaji terbaik yang akan tampil lagi malam ini untuk memperebutkan gelar juara. Penyaji terbaik lainnya ialah SMPN 2 Srono dengan nomor peserta 11, SMPN 1 Glagah dengan nomor peserta 15 dan SMPN 1 Banyuwangi bernomor peserta 16.

Abdullah Fauzi, staff Bidang Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Diskbudpar) Banyuwangi mengatakan, pihaknya menggelar acara tersebut dengan tujuan menghidupkan kembali budaya Angklung Caruk yang dahulu pernah ramai digelar di Bumi Blambangan.

“Dulu suporter sampai tawuran mendukung grupnya, sebab ini pertunjukan satu grup musik lawan grup lain. Karena itu, dulu sempat dihentikan dan tidak lagi marak digelar. Sekarang kita semarakkan lagi, mumpung pelaku-pelaku lama masih ada dan bisa mengajarkan kepada generasi selanjutnya. Yang kita buang tawurannya, bukan budaya Angklung Caruknya,” kata Fauzi.

Dari 10 grup tingkat SD yang datang, 8 diantaranya juga telah sukses manggung, sedangkan sisanya tidak datang. Ditingkat SMP ada 6 grup peserta dari Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pendidikan beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Banyuwangi.

Salah satu sesi yang paling ditunggu dalam Angklung Caruk adalah Adol lagu, yakni satu grup memainkan musik tertentu dan grup lawannya harus menebak judul lagu tersebut.

Tebakan salah penonton bersorak, tebakan benar juga penonton bersorak. Situasi sering memanas karena pada dasarnya badut tidak hanya ditugasi menari tetapi juga menghidupkan persaingan dua grup, namun kini kondisi dikelola dengan baik, saling berjabat tangan setelah tanding sehingga tidak ada pertengkaran yang terjadi. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES