Ekonomi

Buka Raker Kemendag, Jokowi: Perubahan Itu Dimulai dari Kita

Selasa, 21 Februari 2017 - 15:21 | 53.57k
Presiden Joko Widodo memimpin rapat kerja di Istana Negara, Selasa (21/2/2017). (Foto: Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden for TIMES Indonesia)
Presiden Joko Widodo memimpin rapat kerja di Istana Negara, Selasa (21/2/2017). (Foto: Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden for TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Optimisme rakyat Indonesia akan menjadikan kondisi perekonomian negara menjadi semakin baik. Hal tersebut berulang kali disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam sejumlah kesempatan. Optimisme yang dimaksud tentunya dibarengi dengan kerja ekstra keras dan terobosan-terobosan baru yang dihasilkan guna menuju ke arah yang lebih baik.

Maka itulah Kepala Negara selalu menekankan hal itu kepada jajarannya. Tak terkecuali dengan Kementerian Perdagangan yang pada 21 hingga 22 Februari 2017 melaksanakan rapat kerja dengan tema "Tata Perdagangan untuk Gerakkan Ekonomi Domestik dan Tingkatkan Ekspor". Adapun rapat kerja tersebut secara resmi dibuka oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara. 

Kepada jajaran di Kementerian Perdagangan tersebut, Presiden Joko Widodo mengingatkan pentingnya meningkatkan pelayanan dan meninggalkan cara-cara kerja lama yang tidak produktif. Apalagi jika kita hendak mewujudkan visi besar menyongsong seratus tahun kemerdekaan dengan menuju Indonesia Emas 2045.

"Kebiasaan-kebiasaan seperti itu harus kita hilangkan. Kita menuju pada optimisme 2045, harus diubah semuanya. Perubahan itu dimulai dari kita, mulai dari pejabat-pejabat kita," demikian Presiden Jokowi menegaskan di Istana Negara, Jakarta, Selasa, (21/2/2017).

Sebagai upaya untuk memulai mewujudkan visi besar tersebut, sejumlah arahan diberikan Kepala Negara kepada Kementerian Perdagangan dalam kaitannya dengan tugas dan fungsi. Ketersediaan stok bahan pangan dalam negeri merupakan hal yang pertama kali disinggung oleh Presiden.

Menurutnya, ketersediaan stok bahan pangan yang mencukupi kebutuhan masyarakat amat menentukan stabilitas harga di pasar. Maka itu, informasi aktual mengenai ketersediaan stok disebut oleh Presiden amat krusial. Ia pun meminta Kementerian Perdagangan untuk beralih menuju dunia digital dengan mengembangkan aplikasi yang dapat memantau harga bahan pangan hingga ke daerah-daerah.

"Aplikasi harus bisa menginformasikan dari pasar-pasar yang ada di daerah sampai ke pusat. Segera bangun sistem itu sehingga stok itu selalu kita lihat. Kalau ada gejolak, satu atau dua bulan sebelumnya bisa kita prediksi dan antisipasi," ujar seperti rilis yang disampaika Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden. 

Harga bahan pangan yang melambung tinggi memang tidak semata disebabkan hanya karena ketersediaan stok bahan pangan yang tidak mencukupi. Sebab, selama ini banyak disinyalir adanya rantai distribusi pangan yang tidak efisien. Inilah yang Kepala Negara minta untuk diperhatikan betul. Dalam kondisi seperti inilah para pemangku jabatan harus hadir menyelesaikan masalah.

"Di harga petani misalnya Rp5 ribu, di pasaran Rp15 ribu. Pasti ada yang tidak benar distribusinya kalau seperti itu. Ini yang mulai dilihat detail. Kementerian Perdagangan harus mengerti siapa pemain-pemain distribusi yang ada di tengah ini, berapa mata rantainya? Kalau sudah banyak sekali ya biayanya habis di situ, rakyat yang malah membayar," ujarnya.

Ekspansi Pasar Global yang Lebih Luas

Potensi ekspor di pasar-pasar internasional yang sebelumnya tak tersentuh kembali disinggung oleh Presiden. Negara pun disebutnya harus mampu terlebih dahulu menjajaki pasar-pasar tersebut.

"Yang namanya pasar-pasar baru sebetulnya masih sangat besar peluangnya karena tidak pernah kita urus berpuluh-puluh tahun. Jangan biarkan yang namanya swasta menerobos sendiri, biayanya terlalu besar. Negara lain pasti negaranya dulu yang hadir. Ada market intelligence yang dilakukan di sana," ucap Presiden tegas.

Potensi yang ada di negara-negara Afrika misalnya, berdasarkan data yang ada mencapai USD550 miliar. Sementara Indonesia sendiri saat ini baru membukukan nilai ekspor sebesar USD4,2 miliar.

"Timur Tengah peluangnya juga besar sekali, USD975 miliar, kita baru masuk USD5,2 miliar. Ajak UKM-UKM kita yang telah memiliki kualitas untuk mengadakan pameran di sana," Presiden menambahkan.

Banyak negara-negara tujuan ekspor yang selama ini masih dipandang sebelah mata disebutkan oleh Presiden Joko Widodo dalam kesempatan tersebut. India, Pakistan, dan Bangladesh merupakan beberapa di antaranya.

Lebih lanjut, dalam bagian terakhir arahannya, Presiden menitipkan pesan terkait dengan kemajuan pasar tradisional kerakyatan. Ia meminta agar pasar tradisional yang ada untuk dibina agar mampu bersaing dengan pasar-pasar modern lainnya.

"Kalau fisiknya sudah diperbaiki, tolong ditindaklanjuti pada tahapan kedua. Manajemen dan modal mereka tolong dibantu dan diarahkan," ucapnya.

Membina dan memajukan pasar-pasar tradisional di Indonesia yang jumlahnya sangat banyak tersebut memang tidaklah mudah. Dibutuhkan kerja dan pemikiran-pemikiran yang lebih untuk menangani hal tersebut. Namun, Presiden mengingatkan bahwa kerja keras kita pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

"Tapi ingatlah bahwa apa yang kita lakukan itu untuk rakyat kita. Itu akan memberikan rasa di "dalam" (hati) sewaktu kita bekerja kalau melihat mereka naik ke level yang lebih tinggi," tutupnya.

Turut hadir dalam acara tersebut, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri BUMN Rini Sumarno, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki; Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dan Jaksa Agung M Prasetyo. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES