Peristiwa Daerah

Berpadu Bulatkan Tekad Organikkan Pertanian Indonesia

Senin, 20 Februari 2017 - 09:58 | 56.06k
Mardionon salah satu petani organik yang memamerkan tanaman buah naganya dalam forum, Minggu (19/2/2017),(Foto : Romi S/TIMESIndonesia)
Mardionon salah satu petani organik yang memamerkan tanaman buah naganya dalam forum, Minggu (19/2/2017),(Foto : Romi S/TIMESIndonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sebanyak 200 anggota Kelompok Petani (Poktan) Sari Naga di Kabupaten Banyuwangi, berkumpul menjadi satu dalam acara Kongres Petani Buah Naga pertama di Dusun Perangan, Desa Kradenan, Banyuwangi, Minggu (19/2/2017).

Dalam kongres itu, beberapa misi yang masih menjadi PR besar Poktan yang bergerak di bidang tanaman organik, khususnya buah naga ini, membahas tentang minimnya petani yang mau menggukan bahan-bahan alam untuk penyubur tanaman. Seperti kotoran sapi, kambing, dan kotoran ayam.

"Menyadarkan petani kimia itu harus di beri contoh, tidak harus memaksa, namun di dampingi," kata Sairi Ahmad, ketua Poktan Sari Naga.

Kusairi dan kelompoknya ingin mengumpulkan dan mengajak semua petani yang sudah organik untuk dapat membagikan kepada petani lainnya. Tujuannya agar lebih banyak lagi petani kimia yang beralih ke organik.

"Bagian dari misi kita adalah mengorganikan Indonesia, makanya kami mengajak semua pihak untuk menjaga tanah (sawah) denga pupuk bahan organik," imbuhnya.

Dari 200 orang yang hadir dalam acara Kongres yang baru diadakan pertama kali tersebut, dihadiri petani dampingan dari Poktan yang diketuai Sairi Ahmad.

Sairi mempercayakan tanaman buah naganya kepada prodak hasil pengembanagan cairan biopori untuk mempercepat fermentasi bahan kompos pada Hidup Ceria Sejahtera (HCS). 

"Kita juga akan bantu petani yang masih awam dengan kompos untuk bisa memproduksi pupuk kompos sendri. Bahan dasarnya kotoran ternak di sekitar rumahnya," terangnya.

Sairi punya misi membebaskan negeri ini dari kimia dengan memilih buah naga sebagai sarana percontohan. Ia menilai buah naga adalah tanaman yang kuat bertahan di mana saja. Dari situ, bila kesadaran beroganik muncul, tanaman lainnya di sela-sela buah naga otomatis menjadi organik.

"Kami juga kembangkan, beras hitam untuk ditanam di bawah pohon buah naga, namun masih uji coba dan belum dipatenkan," ungkapnya.

Seperti petani asal Kabupaten Malang, Mardiono, yang baru bergabung menjadi petani organik kurang lebih satu tahun terakhir. Ia awalnya tidak percaya bahwa tanaman buah naga yang ditanam pada dataran tinggi bisa berbuah dalam waktu 6 bulan.

"Awalnya ragu, karena tetangga menanam selama tiga tahun buahnya gak rutin, Setelah saya tanam sekitar 9 bulan lalu, sudah mulai bisa dinikmati hasilnya," ungkap Mardiono.

Mardiono dan temannya juga berharap bahwa warga Indonesia semakin bisa memperhatikan pola makan. Caranya dengan mengurangi makanan yang mengandung kimia. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Khoirul Anwar
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES