Kopi TIMES

Punahnya Masyarakat Yahudi di Mesir  

Kamis, 16 Februari 2017 - 17:33 | 409.54k
Muhlashon Jalaludin. (Foto:  @muhlashonjalaluddin on Instagram)
Muhlashon Jalaludin. (Foto: @muhlashonjalaluddin on Instagram)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Banyak orang bertanya, apakah masih ada orang Yahudi di Mesir?. Pertanyaan ini sangat wajar, karena dalam data Mesir yang dipasang di internet, termasuk yang dikeluarkan oleh CIA, tidak ada ada data pemeluk Yahudi di sana, Sementara yang disebut adalah pemeluk Islam Sunni, 90%, selebihnya Kristen, Kristen Koptik (mayoritas), lalu Katolik dan Protestan, seluruhnya berjumlah 10%. Padahal, sebagaimana dikenal selama ini, Mesir adalah negara yang memiliki sejarah agama-agama samawi; Yahudi, Kristen dan Islam.

Belum lama ini,  Nyonya Magda Harun, Ketua Komunitas Yahudi Mesir, bercerita di akun FB nya yang diterbitkan oleh sebuah media cetak Mesir, bahwa saat ini orang Yahudi di Mesir tinggal 6 orang, dan mereka semuanya wanita. Beberapa waktu sebelumnya jumlah mereka masih 7 wanita, namun satu dari mereka baru saja meninggal. Magda berkisah, bahwa warga Yahudi di Mesir berkurang terus, dan sebentar lagi akan habis. “Kami sudah tua-tua, tidak lama lagi meninggalkan dunia ini,” katanya.

Pada awal abad ke-20, jumlah orang Yahudi Mesir diperkirakan lebih dari 100 ribu orang. Mereka pada umumnya meninggalkan Mesir pada saat perang Arab-Israel berkepanjangan, antara tahun 1948, 1956 dan 1967. Setelah Mesir dikalahkan oleh Israel pada 1967, banyak warga Yahudi Mesir yang kembali ke kampung halaman.

Namun, pemerintah dan warga Mesir saat itu, menilai setiap warga Yahudi, pastilah mata-mata Israel. Maka secara berangsur mereka pindah lagi  meninggalkan Mesir, mayoritas ke Eropa, terutama Perancis dan beberapa negara lain di Eropa serta Amerika. Hanya sedikit dari mereka yang kembali ke Israel.

Saat ini setidaknya masih ada 12 Sinagog di seluruh Mesir, 4 pemakaman Yahudi, dan 5 sekolah Yahudi yang tidak memiliki murid juga guru. Sinagog yang terbesar ada di Pusat Kota Kairo (Down Town Cairo), tepatnya di Jalan Adly. Sinagog yang merupakan tempat ibadah Yahudi tersebut dijaga ketat oleh aparat keamanan. Namun demikian, tidak dipakai untuk beribadah, karena untuk melakukan ritual ibadah, mereka harus berjumlah minimal 10 lelaki. Sementara, saat ini sudah tidak ada lelaki Yahudi yang hidup di Mesir.

Pada 1982, Kedutaan Besar Israel di Kairo berusaha agar Sinagog di Mesir masuk dalam keanggotaan Yahudi Internasional. Usulan tersebut disetujui dan Mesir tercatat sebagai anggota ke 67. Dengan keanggotaan tersebut, mereka mendapat bantuan dari organisasi internasional Yahudi untuk kegiatan keagamaan mereka. Namun tetap tidak efektif, karena pemeluk Yahudi sudah sangat sedikit.

Di Kairo, ada kawasan yang dikenal dengan “Harah Yahudiyah”, atau Jewish Quarter. Kawasan ini terletak di tengah-tengah kawasan pasar dekat Mosky, Atabah. Di lokasi ini ada sekitar 350 gang-gang sempit, lebarnya tidak lebih dari 1 meter. Sepanjang gang-gang ini berdiri toko-toko layaknya pasar. Tiga atau empat tahun yang lalu, gang-gang di sini sangat sulit untuk dilalui, karena sangat padat pengunjung. Dengan menurunnya ekonomi Mesir, sekarang sedikit terlihat lebih lengang. Berbagai produk kebutuhan hidup sehari-hari tersedia di sana, mulai dari pakaian, mainan anak, tukang emas, perhiasan, asesories dan lain-lain.

Sebelum berdirinya Israel, tepatnya pada 1939, Jewish Quarter ini dihuni lebih dari 150 ribu Yahudi, dan mereka memiliki 13 Sinagog di sekitar gang-gang kecil ini, yang paling terkenal adalah Sinagog Musa bin Maimun. Setelah berdirinya Israel, pasca perang 1948 mayoritas mereka meninggalkan Mesir, dan pada saat meletus Revolusi Mesir 23 Juli 1952, jumlah mereka tinggal 80 orang. Sinagog-sinagog dijual, karena sudah tidak digunakan, tersisa 3 buah. Saat ini tidak satupun orang Yahudi di Jewish Quarter ini.

Habisnya warga Yahudi Mesir bukan tanpa masalah. Pada tahun 2007, organisasi di Amerika yang bernama: “Justice for Jews from Arab Countries”: Keadilan bagi Yahudi yang berasal dari negara-negara Arab, menemukan dokumen di PBB yang mengatakan bahwa setelah berdirinya negara Israel, negara-negara anggota Liga Arab menekan warga Yahudi di negara masing-masing, dan memaksa mereka pindah  ke Israel. Atas dasar itu, mereka menuntut hak-hak kepemilikan atas harta di negara asal mereka harus dikembalikan kepada pemiliknya, karena mereka dipaksa pindah ke Israel.

Pada tahun 2008, Forum Persahabatan Mesir-Israel menyelenggarakan konferensi internasional di Kairo, yang dihadiri oleh puluhan peserta orang Yahudi asal Eropa dan Amerika. Pada 2009 Ketua Persahabatan Mesir-Israel bekerja sama dengan Kedubes Israel di Mesir, menuntut pengembalian hak milik Yahudi asal Mesir yang dirampas pasca Revolusi 1952 dan ditinggal karena pemiliknya dipaksa pindah ke Israel. Mereka mengurusnya di pengadilan, tetapi tuntutan mereka tidak dikabulkan.

Upaya menuntut pengembalian harta milik warga Yahudi Arab yang ditinggal di negara asalnya tersebut, terus bergulir hingga tahun 2016 yang lalu. Dalam berbagai kesempatan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu selalu berjanji akan mengupayakan pengembalian harta Yahudi asal Arab.

Netanyahu juga melaporkan Mesir dan tiga negara Arab lainnya; Tunis, Aljazair dan Libya. Karena negara-negara ini pada tahun 1948 telah memaksa warga Yahudi untuk pindah ke Israel, dan hartanya ditinggalkan di negara asal dikuasai oleh negara. Netanyahu mengatakan bahwa terdapat 850 riibu warga Yahudi Arab yang dipaksa pindah  meninggalkan negara asalnya tahun 1948. Mereka seluruhnya meninggalkan harta miliknya.

Eddie Cohen, a Peneliti di University of Bar-Ilan, selaku Koordinator Urusan Luar Negeri Lobby Israel asal Arab mengatakan bahwa pihaknya telah bertemu Parlemen Israel (Knesset) menyampaikan tuntutan warga Yahudi asal Arab atas pengembalian harga mereka. Tuntutan mereka mendapat sambutan positif. Menurut Cohen, ini adalah urusan Hak Asasi (Hak kepemilikan) tidak ada urusan dengan politik.

Jumlah orang Yahudi sedunia sebenarnya sangat sedikit. Di seluruh dunia hanya ada sekitar 15 juta orang, dengan sekitar 6 juta jiwa tinggal di Amerika Serikat, 5 juta jiwa di Israel, dan sisanya tersebar di berbagai negara. Tetapi berbagai organisasi mereka sangat kuat dan efektif. Di AS, organisasi paling kuat adalah AIPAC ( American Israel Public Affairs Committee ), kelompok lobi pendukung kebijakan pro- Israel  yang praktis menguasai Kongres dan lembaga-lembaga eksekutif AS.

Harian “Almasriyun”, (8/8/2016) menulis bahwa sumber terpercaya di Israel mengatakan, dalam tiga pekan telah terjadi pembicaraan rahasia antara Israel dengan beberapa pemimpin negara Arab terkait rencana pengembalian harta milik warga Yahudi yang dipaksa untuk pindah pada tahun 1948. Sumber tersebut mengatakan bahwa negara-negara Arab dimaksud telah setuju mengembalikan harta yang dituntut untuk dikembalikan.

Jika hal ini benar, maka Israel akan semakin merasa di atas angin, dan kelanjutan perundingan perdamaian Palestina-Israel semakin tidak menentu kapan akan dimulai lagi, meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh negara-negara yang peduli akan kemerdekaan Palestina.

Sebagian besar warga dunia sebenarnya mendukung kemerdekaan Palestina. Pada 18 Oktober 2016, organisasi bidang kebudayaan PBB, UNESCO,  mengeluarkan resolusi yang menyebutkan bahwa Al Aqsa di wilayah timur Jerusalem adalah milik Palestina. Resolusi itu yang tidak menyebutkan tempat ibadah Yahudi Temple Mount, sehingga Israel segera membekukan hubungannya dengan UNESCO.

Amerika Serikat, apalagi di bawah Presiden Donald Trump, telah menyebutkan akan meningkatkan hubungannya dengan Israel. Hingga sekarang, “negeri paling demokratis dan pahlawan HAM” itu tidak berkutik menghadapi Israel soal Palestina karena kuatnya Lobi Yahudi di AS.

Entah sampai kapan pula negeri-negeri Islam dalam Organisasi Konperensi Islam (OKI), yang mewakili 1,3 miliar muslim sedunia, dapat berperan nyata membantu terwujudnya kemerdekaan rakyat Palestina. (*)

Muhlashon Jalaludin, Lc.MM, Penulis adalah pengamat budaya dan politik, tinggal di Kairo, Mesir.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Khoirul Anwar
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES