Kopi TIMES

Ing Ngarsa Sung Tuladha

Jumat, 17 Februari 2017 - 06:26 | 50.02k
Lilik Agus Purwanto Intelektual NU (Foto: Istimewa)
Lilik Agus Purwanto Intelektual NU (Foto: Istimewa)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Bait kalimat bijak di atas dapat diartikan, sebagai seorang pemimpin harus bisa menjadi contoh orang (masyarakat) sekelilingnya.

Hiruk pikuk persaingan politik yang tensinya terus memanas mematik sebagian masyarakat untuk urun "rasa". Dalam artian kalimat-kalimat/kata-kata yang dilontarkan oleh para tokoh bangsa selalu membawa dampak pemanasan tensi suhu politik, dan masyarakat semakin resah dan mulai ikut-ikutan menjadi terbelah.

Menarik opini Guru Besar UIN Sarif Hidayatullah Azumardi Azra yang dimuat Kompas (14/2/2017) yang bertajuk "Urgensi Kerukunan Elit". Pucuk kegaduhan persoalan kontestasi Pilkada telah mematik kegaduhan yang dia sebut sebagai religio-sosial elit.

Kegaduhan ini bermula dari proses persidangan Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) dengan menghadirkan saksi dari MUI, KH. Ma'ruf Amin yang juga merupakan Rais Aam PBNU. Ketika itu Tim pengacara Ahok mencecar pertanyaan perihal adanya pembicaraan dengan Presiden ke -6 (Susilo Bambang Yudhoyono/SBY), dan KH Ma'ruf Amin dianggap memberikan kesaksian palsu.
Sontak hal itu mematik reaksi kalangan masyarakat NU dan banyak pihak merasa tidak terima atas sikap tim pengacara Ahok kepada KH. Ma'ruf Amin. Setelah itu, tidak berselang lama SBY mengelar jumpa pers guna mengklarifikasi tuduhan yang dilayangkan tim pengacara Ahok kepadanya.

Konstelasi semakin memanas, ketika SBY secara terbuka meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk mengusut (dugaan) penyadapan pembicaraan antara dirinya dengan KH. Ma'ruf Amin. Situasi tidak berhenti disitu, dalam beberapa hari terakhir SBY pun banyak mencuit di twitter terhadap "keprihatinan", yang dia rasakan, yang terakhir berujung menjadi bahan lelucon netizen.

Tentu dalam hal politik hal ini bisa dianggap sah-sah saja dalam rangkaian merebut simpati publik. Namun, mesti diingat posisi elit tidak hanya sekedar "player", namun juga teladan yang dalam setiap langkah dan tindakan baik perilaku maupun tutur katanya menjadi perhatian banyak pihak.

Akan tidak elok jika "perilaku" yang dicerminkan oleh para elit yang selalu berujung kegaduhan ini diikuti oleh masyarakat. Selain memiliki tangung jawab besar dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, elit memiliki kewajiban yang tidak kalah penting, yakni memberikan pembelajaran "tauladan" atas etika bernegara yang baik kepada masyarakatnya. Apa jadinya, jika pemimpin selalu berkeluh kesah, dan menyerang lawan politiknya dengan menghalalkan segala cara dan itu dicontoh oleh masyarakatnya?

Hal yang patut dijadikan tauladan, adalah sikap KH. Ma'ruf Amin, yang secara terbuka memberikan maaf kepada Ahok, atas apa yang telah ia dan timnya lakukan kepadanya. Sebagai seorang ulama yang mengayomi masyarakat, Kyai Ma'ruf adalah tolok ukur standar yang dapat dijadikan panutan masyarakat.

Saat bangsa sedang berbenah terhadap semua aspek, tentu hal terbaik adalah menjadikan situasi ini berjalan kondusif, perebutan kekuasaan boleh dilakukan, intrik politik bisa dilakukan, namun jangan mengaduk-aduk situasi masyarakat ikut keruh dan terbelah, yang akibatnya dapat menimbulkan konflik horisontal.

Bukankah sebagai umat muslim kita selalu di nasehati untuk meniru perilaku Rasulullah SAW yang menebarkan kasih sayang, dan cinta kasih? dengan sikap saling menghormati dan menebar kedamaian? Bukankah Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin? (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES