Pendidikan

Islam Indonesia: Bukan Wajah Kebencian!

Kamis, 16 Februari 2017 - 15:03 | 30.44k
Prof Anne Rasmussen dalam International Seminar, di UNIRA Malang, 16/02/2017. (Foto: Istimewa)
Prof Anne Rasmussen dalam International Seminar, di UNIRA Malang, 16/02/2017. (Foto: Istimewa)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Wajah Islam Indonesia sejatinya bukan mengajarkan kebencian. Namun, wajah Islam di negeri ini, awalnya disebarkan dengan budaya dan tradisi. Penyebaran Islam di kawasan Nusantara, terutama oleh Wali Songo, menggunakan tradisi, musik dan kebudayaan. 

Inilah yang ditegaskan dalam Seminar Internasional "Islam and Peace" di Universitas Islam Raden Rahmat (UNIRA) Malang, Jawa Timur, pada Kamis (16/02/2017). Seminar ini, dihadiri oleh Prof. Anne Rasmussen (Professor of Ethnomusicology, The College of William and Mary Virginia-USA), Assoc Prof. Dr. Yahya Don (Dean of School of Education and Modern Language, Universiti Utara Malaysia), dan Hasan Abadi, M.AP (Rektor UNIRA Malang). Agenda ini dimoderatori oleh Dr. H Taufiqi (Direktur Pascasarjana UNIRA Malang)

Prof. Anne Rasmussen, mengungkapkan pentingnya toleransi dan perdamaian dalam kehidupan berbangsa-bernegara. Prof Anne merupakan pakar musik dan budaya Islam, yang lama meneliti tentang fenomena musik di Timur Tengah dan Indonesia. "Musik dapat menjadi instrumen untuk mengajarkan dan menyebarkan perdamaian," terang Anne. 

Ia menjelaskan tentang toleransi yang menjadi karakter bangsa Indonesia. "Pada tahun 1999, ada Musabaqah Tilawatil Qur'an di Jakarta. Pada posternya, ada gambar lelaki dan perempuan yang ditampilkan beriringan. Ini penting, menggambarkan cara pandang yang luar biasa, sesuatu yang tidak akan terjadi di Arab Saudi, Pakistan atau Bangladesh," jelas Prof. Anne.

Prof-Anne-RasmusseVIuDq.jpg

Sementara, Dr. Yahya Don menjelaskan pentingnya perubahan masyarakat yang harus menjadi platform. "Perubahan masyarakat itu penting. Namun, yang harus jelas, ke arah mana perubahan masyarakat tersebut? Jelaslah ke arah perdamaian Islam," ungkapnya. 

Perubahan ke arah perdamaian inilah, yang menjadi cara berpikir penting dalam membangun toleransi di tengah masyarakat. Dalam narasinya, Yahya Don menjelaskan tentang pentingnya menggunakan bahasa dalam pendidikan. Ia mengisahkan tentang hambatan budaya dari guru-guru yang menganggap etnis lain dengan tanpa pemahaman komprehensif, yang memicu kebencian. "Kita harus mengajar dengan perdamaian, bukan dengan bahasa kebencian. Inilah nilai penting yang perlu disampaikan dari pendidik muslim," terangnya. 

Rektor UNIRA Malang, Hasan Abadi, M.AP mengungkapkan tentang pentingnya memahami nilai-nilai agama dengan beragam tafsir. "Yang paling penting adalah menggunakan pesan-pesan dalam agama. Apa yang dilakukan Gus Dur sangat tepat, dengan gagasan pribumisasi Islam. Jadi, dengan akar budaya bukan skripturalis," jelasnya. Dengan demikian, pesan perdamaian dalam Islam tersampaikan dengan media budaya.

Di akhir seminar, dilanjutkan perumusan kerjasama UNIRA dengan Universitas Utara Malaysia dalam bidang Peace Education dalam penguatan sistem pendidikan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Munawir Aziz
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES