Kopi TIMES

Bagaimana Hoax Mempengaruhi Nalar Masyarakat?

Kamis, 09 Februari 2017 - 08:31 | 84.79k
Muhammad Yunus, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, Wakil Dekan III FKIP Universitas Islam Malang
Muhammad Yunus, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, Wakil Dekan III FKIP Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Istilah hoax yang booming hari ini sebenarnya sudah ada sejak sebelum kemajuan informasi seperti sekarang ini. Pada era dimana informasi terbatas, hoax pun sudah ada. Hoax atau istilah lainnya adalah kebohongan yang dicirikan untuk orang-orang munafik. Gelombang arus ketika teknologi informasi masih sangat terbatas sangatlah lambat dan terbatas pada ruang dan waktu. Namun, ketika media baru, sebuah istilah yang disematkan pada media social dan teknologi internet, muncul gelombang hoax ini seperti tsunami yang tidak sanggup dibendung oleh siapapun. 

Siapapun dihadapan media baru menjadi sama, tidak pandang guru, professor, ustadz, kyai, ulama, ataupun orang biasa menjadi sama. Dan siapapun bebas berekspresi tanpa batasan ruang dan waktu. Sehingga hoax yang disebar di media baru ini sulit sekali dikendalikan. Dalam konteks inilah Yudi Latif, pakar sosiologi, mengatakan ada tiga kondisi masyarakat ketika hoax menjamur dengan mudahnya. 

Pertama, masyarakat dengan tingkat kepercayaan rendah (low-trust society). Kedua, masyarakat dengan tingkat literasi rendah (low-literacy society). Dan ketiga, masyarakat dengan tingkat ilmiah yang rendah (low-scientific society). Dalam konteks inilah Indonesia butuh, meminjam istilahnya Surya Paloh, restorasi masyarakat terhadap tiga kondisi di atas harus dilihat dari banyak perspektif.

Low-trust society paling banyak disebabkan adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah selaku pelaksana kebijakan politik negeri ini. Di samping itu ketimpangan ekonomi masyarakat yang sangat lebar mengakibatkan kekecewaan dan ketidakberdayaan masyarakat. Kondisi demikian ini menurut Yudi Latif terjadinya dekadensi nalar-etis. Masyarakat satu dengan lainnya terjadi gesekan. Bukan lagi perbedaan antar kelompok, tapi dalam satu ideologi perjuanganpun terjadi ketajaman saling tidak percaya. 

Padahal, kalau kita ingin jujur, setiap perjuangan itu selalu dibangun atas pondasi trust yang sangat tinggi. Mustahil membangun sebuah peradaban jika trust hilang di tengah-tengah masyarakat. Adagium yang berlaku, jika bangsa ini kehilangan sumberdaya material, kita semua kehilangan sesuatu. Jika kita tak kunjung menemukan pemimpin yang tepat, kita cuma kehilangan seseorang. Namun, jika bangsa ini kehilangan karakter, maka kita akan kehilangan segalanya. 

Dalam konteks low-literacy society dijelaskan bahwa masyarakat Indonesia ini menempati rangking kedua dari bawah dalam hal kemampuan literasi yang baik. Sementara kita saat ini berada dalam posisi keempat pengguna media sosial terbanyak di dunia. Kondisi terbalik ini sangat berbahaya, bahkan mengancam disintegrasi bangsa. Kemampuan literasi yang baik akan bermuara pada kemampuan mencerna, mengkritisi, mengevaluasi, menginferensi, menangkap pesan, membaca penulis, dan gaya tulisnya setiap teks yang dibacanya. Jika kita tidak mempunyai kemampuan ini sementara media sosial dengan gelombang informasi yang begitu dahsatnya, maka keniscayaan informasi itu akan ditelan mentah-mentah. Bahaya terbesarnya adalah disintegrasi, ketahanan kita, kebhinekaan kita, persatuan dan kesatuan kita, bahkan kedamaian dan ketenangan beribadahpun terancam.

Sementara itu low-scientific society dapat dijelaskan bahwa lemahnya nalar ilmiah ini sebagai akibat dari rendahnya tingkat literasi. Nalar ilmiah adalah ciri orang-orang yang suka membaca. Nalar ilmiah adalah ajaran luhur dari agama Islam itu sendiri. Nalar ilmiah dalam al-Qur’an dicirikan sebagai ulul albab, orang yang senantiasa berdzikir dan berfikir baik dalam keadaan berdiri, duduk, dan terbaring. Nilai luhur dari nalar ilmiah adalah kejujuran. Sebaliknya hilangnya nalar ilmiah berarti hilangnya kejujuran dan munculnya arus kebohongan.

Oleh karenanya, dalam rangka merubah kata low (rendah/lemah) menjadi high (tinggi), high-trust society, high-literacy society, dan high-scientific society, langkah-langkah strategis harus segera dilakukan. Setidaknya ada beberapa hal yang harus dilakukan: menigkatkan kebiasaan membaca (iqra’), meningkatkan kematangan emosi, dan membiasakan untuk tabayun.

Iqra’ merupakan perintah Allah SWT kepada utusan-Nya, Muhammad Saw, yang harus dilakukan pertama kali sebelum menjalankan tugas kenabian dan kerasulan. Ilmu pengetahuan hanya bisa didapat dengan cara membaca. Membedakan manusia dan hewan hanya karena manusia mempunyai otak yang fungsinya digunakan untuk berfikir yang landasannya adalah membaca. Orang yang gemar membaca akan mempunyai wawasan dan sudut pandang yang luas. Sehingga akan menjadi orang yang arif dan bijaksana. Dan yang terpenting iqra’ akan meningkatkan kemampuan literasi dan nalar ilmiah pembacanya. 

Kedua, usahakan setiap kita menerima informasi dari media baru tidak gampang untuk meneruskan ke orang lain. Kehebatan menahan emosi sangatlah dibutuhkan. Kematangan emosi ini sesungguhnya mencirikan apakah orang ini dewasa atau tidak. Bener kata orang, ketika kita menyebarkan berita hoax, maka ada kebodohan pada diri kita ini. Terakhir adalah ayo kita bangun budaya tabayun. Langkah klarifikasi dan dialog yang santun seyogyanya kita lakukan. Jalur jaringan pribadi atau ketemu langsung menjadi cara yang paripurna daripada berdebat diruang terbuka yang disaksikan dan dibaca oleh orang lain. 

Akhirnya, saya teringat akan fiqih media sosial yang disampaikan oleh Ustadz Faris Khoirul Anam. Menurutnya, jika kita mendapatkan berita tanyakan pada diri kita apakah berita itu benar. Jika tidak jangan dibagikan. Jika benar tanyakan lagi apakah berita itu bermanfaat untuk dibagikan. Jika tidak stop, jika ya silahkan dibagikan. Ayo, jaga diri kita dan keluarga kita dari api neraka dengan menggunakan smartphone kita dengan cerdas. Wallahua’lam bisshawaf. (*)

 

Muhammad Yunus, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, Wakil Dekan III FKIP Universitas Islam Malang

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Munawir Aziz
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES