Kopi TIMES

Ahok oh Ahok..!

Rabu, 08 Februari 2017 - 17:06 | 70.29k
Busri Toha (Grafis: TIMES Indonesia)
Busri Toha (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sikap dan tindakan Gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berserta timnya selalu mengundang kegaduhan, mulai dari menyinggung surat Al-Maidah, mengancam Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin dalam sidang ke 8, dan mencatut nama Organisasi Nahdlatul Ulama’ (NU) dalam kampanyenya.

Hal ini benar-benar telah memantik emosi warga Nahdlatul Ulama (NU). Ahok ibarat membangunkan harimau yang sedang tidur.

Warga NU di berbagai daerah, menilai Ahok telah melecehkan ulama. Mereka siap berjihad membela ulama karena sikap yang ditunjukkan Ahok terhadap KH Ma’ruf Amin tidak mencerminkan dirinya sebagai peminpin. Demikian karena telah mengancam akan memproses secara hukum ulama sepuh.

Kemarahan warga NU baik kultural maupun struktural, sangat wajar. Sebab, posisi KH Ma’ruf Amin secara struktural sebagai Rois Am PBNU, dan ulama sepuh yang menjadi panutan warga Nahdlatul Ulama se dunia.  Dalam hal ini, NU memang tidak berkoar-koar, akan tetapi harus diketahui bahwa, kesetian warga NU kepada para kiai tidak bisa ditukar dengan apapun. Karenanya, jangan main-main dengan kiai NU.

Apapun klarifikasi tim kuasa hukumnya, dengan sikap dan tutur kata yang ditampilkan dalam persidangan, Ahok tidak pantas jadi pemimpin. Alasannya, Ahok tidak bisa menunjukkan sikap sopan sama sekali terhadap posisi KH Ma’ruf Ami sebagai Rois Am PBNU.

Dengan kata lain, klarifikasi dan permintaan maaf itu tidak cukup untuk menutupi kecerobohannya dalam persidangan. Ahok mesti menunjukkan sikap yang lebih arif dan sopan baik dalam persidangan selanjutnya maupun di luar persidangan kepada siapapun. 

Warga NU bukanlah organisasi arogan dan tidak mudah terpancing emosi. Sebab, warga NU sudah terlatih. Kebal dengan caci maki. Pelecehan dan ejekan terhadap NU bukan hanya terjadi sekarang seperti yang dilakukan Ahok. Tetapi NU tetap mampu bersikap arif dan sopan kepada siapapun. Akan tetapi, NU bukan tidak bersikap tegas terhadap orang melecehkan ulama dan NU secara organisasi.

Bukti bahwa ulama NU tidak arogan dan mudah memaafkan jika orang yang bersalah dengan tulus meminta maaf. Ketika Ahok meminta maaf karena telah menyinggung ulama NU, KH Ma’ruf Amin langsung memaafkan. Itu artinya, Ahok mesti mengambil pelajaran dari tokoh NU dan harus berubah sikap dari kasar menjadi lemah lembut. Setiap persoalan tidak harus diselesaikan dengan hukum karena berada di negara hukum, bisa juga dengan kekeluargaan.

NU selalu menanamkan Amar ma’ruf  dengan cara ma’ruf. Bahkan, Nahi Munkar pun dilaksanakan dengan cara Ma’ruf. Mencegah kemungkaran tidak mesti dengan cara sangar dan bingar termasuk tidak dengan demo besar-besaran.

NU bukan tidak bisa untuk mengumpulkan massa lebih dari peserta demo 212 misalnya, tetapi NU selalu punya cara unik untuk menyelesaikan masalah yang didasarkan pada asas kebudayan nusantara

Pilihan sikap NU dalam dugaan penistaan agama oleh Ahok sangatlah tepat, lebih arif dan bijaksana. Ahok terlalu kecil dan tidak sebanding untuk dimusuhi oleh NU, termasuk Ahok tidak sebanding dengan Kiai Ma’ruf. Kedatangan Ahok ke rumah Kiai Ma’ruf untuk sekadar sowan dan meminta maaf, salah satu bukti bahwa Ahok tidak ada apa-apanya.

Karenanya, NU lebih memilih sikap dingin. Dan ini yang memang sesuai dengan kultur dan budaya Indonesia. Dalam hal ini, penulis yakin, bahwa pilihan sikap NU dalam kasus penistaan agama ini, tak lain untuk tidak menambah kegaduhan. Jika NU menyerukan untuk ikut berdemo, maka tak dapat dibayangkan berapa ratus juta orang yang membanjiri Jakarta.

Namun, NU bukan tidak tegas dan bukan tidak melakukan apa-apa, tapi lebih arif, strategis dan tidak anarkis. Tuduhan bahwa NU berada di Kubu Ahok, sangat tidak benar. Dan itu sudah disampaikan oleh ketua PBNU bahwa warga NU tidak akan pilih Ahok. Bahkan, PBNU berani membantah ikut serta dalam tahlil akbar yang dilakukan kubu Ahok.

Berbagai persoalan tersebut, merupakan ujian bagi NU dan bangsa ini. NU sedang diuji sebagai oraganisasi yang selalu menyerukan toleransi dan sebagai penegak Islam rahmatan lil alamain. Karenanya, NU tidak menyikapi berbagai persoalan tersebut dengan emosi dan arogansi. NU lebih memilih hunanis dari pada anarkis. Demikian merupakan sikap yang didasarkan pada kolaborasi nilai-nilai keislaman dan kebangsaan.  (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES