Pendidikan

Adelia dan SD Ma’arif di Pelosok Papua

Minggu, 22 Januari 2017 - 11:01 | 88.54k
Penulis, Kaida (berbaju putih) dan Usman (berjaket) di SD Al Ma’arif Kampung Maibo, Sorong. (Foto: Istimewa)
Penulis, Kaida (berbaju putih) dan Usman (berjaket) di SD Al Ma’arif Kampung Maibo, Sorong. (Foto: Istimewa)

TIMESINDONESIA, PAPUA – Persaudaraan Prefesional Muslim (PPM) Aswaja membuat program sosial di Provinsi Papua Barat. Namanya Santri Goes to Papua. Program yang dimotori oleh Dodik Ariyanto ini melakukan safari keliling Papua. Apa saja yang mereka temui di Bumi Cenderawasih itu? Berikut catatan Ustad Agus Setyabudi dari Sorong, Papua Barat.

***

NAMANYA Sekolah Dasar Al-Ma'arif 1. Sebagaimana namanya, SD ini bernaung di bawah NU. Entah sudah teregistrasi di LP Ma'arif pusat atau belum, saya tidak tahu. Yang jelas, SD di Kampung Maibo, Distrik Malakabo Aimas, Kabupaten Sorong, Papua Barat, ini didirikan dan dikelola oleh aktivis NU setempat.

Jum'at sore kemarin, 20 Januari 2017, bersama beberapa teman yang peduli pada anak-anak Papua, saya bertemu dengan dua gurunya, Bapak Kaida (berbaju putih) dan Bapak Usman (berjaket Sarkub). Keduanya tengah sibuk membenahi dinding belakang bangunan ketika kami datang.

Bangunan berukuran kurang-lebih 10 x 3 meter ini adalah bangunan darurat. Dibagi tiga ruangan untuk dua kelas di masing-masing ruangan. Maklum, bangunan sekolah mereka belum juga bisa dimulai pembangunannya. Entah kapan. Padahal anak-anak harus sudah bersekolah.

SD-MaarifI9s.jpg

"Terlebih anak-anak kelas enam kan mau ujian," kata Usman yang putrinya kebetulan duduk di kelas enam.

Perlu diketahui, sejak suku Kokoda "bedol desa" dari lahan milik Petro China dan menempati perumahan yang sekarang, masjid dan sekolah belum berdiri. Untuk masjid sudah dalam proses pembangunan permanen yang dilakukan oleh salah satu yayasan.

Tak tanggung-tanggung, anggarannya konon Rp 3 miliar. Tapi untuk sekolah masih dalam rencana yang belum jelas kapan dimulai. Karena itulah dua guru yang juga penduduk setempat situ berinisiatif membangun gedung sebisanya. Semampunya.

Sore itu, niat saya datang ke Kampung Maibo sebenarnya adalah hendak melihat perkembangan masjid darurat yang tengah dibangun. Setelah saya lihat ternyata belum jadi juga, saya ingin silaturahim ke rumah Pak Kaida. Di depan rumahnya saya melihat bangunan baru berdiri. Itulah sekolah darurat yang sempat beliau ceritakan pada saya ketika bertemu di Kurwato dua hari lalu.

Akhirnya, kepada Bapak Kaida dan Bapak Usman, saya beranikan diri memohon izin untuk meminjam bangunan sekolah di waktu sore hari.

Setelah diizinkan, saya pun mohon bantuan lagi kepada keduanya, juga kepada Bapak Sudin Simurut (kepala kampung) supaya memberitahu anak-anak kalau mulai besok minggu sore (22 Januari 2017) mereka kembali mengaji. Alhamdulillah, beliau-beliau menyambut baik dan antusias.

SDp6cmS.jpg

Di ujung pemukiman ketika hendak pulang, saya berpapasan dengan Adelia. "Kau mau mengaji lagi tidak?"
Kepalanya mengangguk-angguk sambil wajah senyum-senyum.
"Mulai besok hari minggu kita mengaji lagi. Mau tidak?"

"Bustamin rumahnya di belakang. Saya panggil dulu pak ustadz."

"Tak usah. Tolong kau kasih tau aja," cegah saya waktu dia hendak beranjak.

Setelah saya kasih tau tempat mengajinya di sekolah SD mereka, anak itu pergi lari meninggalkan wajah ceria yang hingga malam ini masih membekas di ingatan saya.

Meski bertempat di bangunan sekolah yang dinding dan atapnya tidak genap, juga berlantaikan tanah, saya yakin mereka tetap bisa semangat. Sebab, kelihatannya mereka sudah terbiasa senafas dengan kondisi yang demikian.

Akan tetapi, sebagai sesama warga Indonesia dan NU yang menyaksikan keadaan mereka, saya sangat miris juga malu. Tapi apa daya saya belum mampu berbuat apa-apa untuk mereka. Saya dan teman-teman dari PPM Aswaja masih fokus pada pembangunan Asrama dan TPA di Kurwato yang notabene juga masih ada hubungan keluarga dengan mereka.

Sementara teman-teman yang peduli pada anak-anak Papua yang bersama saya sore itu sedang fokus pembangunan yang sama di Usili yang juga masih suku Kokoda juga.

Meski demikian, kami tidak akan tinggal diam. Setelah Kurwato dan Usili usai, Insya Allah kami akan sebisanya dan semampunya berbuat sesuatu untuk mereka. Untuk kampung Maibo yang penduduknya 100% muslim sejak berabad-abad lamanya meski disebut-sebut sebagai "Desa Mu'allaf" di jagad maya. Untuk muslim suku Kokoda yang merupakan warga Nahdliyin dan bagian dari ragam kekayaan Indonesia.

Oh, Adelia, betapa beruntungnya anak-anak seusiamu diluar sana. Tapi tenang, Adelia. Kami tetap fokus membantu kamu dan teman-temanmu meski kami belum mampu dalam wujud materi dan mungkin jauh dari harapan orang-orang desamu. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Khoirul Anwar
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES