TIMESINDONESIA, JAKARTA – Menjelang Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilwali) Batu 2017, politik uang/barang dalam bentuk vote buying atau membeli suara masih dianggap wajar oleh sebagian pemilih.
Hasil survei Laboratorium Ilmu Politik dan Rekayasa Kebijakan (Lapora) FISIP Universitas Brawijaya Malang menyebutkan, 51 persen responden menganggap vote buying bisa diterima sebagai hal yang wajar, dan 49 persen responden menganggapnya sebagai hal yang tidak bisa diterima atau tidak wajar.
Pengaruh dari pemberian uang/barang terhadap pilihan, sebanyak 37,7 persen responden memutuskan untuk memilih sesuai pilihannya, meski menerima semua uangnya. Persentase tidak jauh berbeda, sebesar 34,4 persen menyatakan menolak uang atau barang dan memilih calon sesuai pilihan semula.
BACA JUGA: Survei LaPora: Popularitas Dewanti-Punjul Tertinggi
Selebihnya, menerima uang dan memberikan suaranya kepada salah satu calon (6,8 persen), menolak uang dan memilih calon yang tidak menawarkan uang/barang (6,1 persen), menerima uang dan memilih calon yang paling besar memberi (4,2 persen).
Responden lainnya menjawab tidak tahu (4,7 persen), tidak jawab (4,2 persen), hanya menerima uang dari satu calon dan memberikan suaranya kepada calon tersebut (1,4 persen), jawaban lainnya (0,9 persen).
BACA JUGA: Elektabilitas Dewanti - Punjul Tertinggi
Survei ini dilakukan terhadap 576 responden yang tersebar di 24 desa/kelurahan di Kota Batu, pada 20 - 27 Desember 2016.
Sebagai informasi, pemilihan kepala daerah di Kota Batu pada 15 Februari mendatang akan diikuti 4 (empat) pasangan calon.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Advertisement
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sholihin Nur |