Kopi TIMES

Literasi Digital sebagai Tulang Punggung Pendidikan

Kamis, 19 Januari 2017 - 06:19 | 114.33k
Hasan Chabibie (Grafis: TIMES Indonesia)
Hasan Chabibie (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – BAGAIMANA memahami perilaku dan suara-suara netizen di dunia digital? Ruang komunikasi di media sosial yang terbuka lebar, dengan beragam pola dan isu, membutuhkan kejernihan berpikir untuk memahaminya. Kedalaman analisa dan kejernihan pikiran, memungkinkan untuk mengeksplorasi sisi-sisi lain dari perkembangan media sosial. 

Dalam sisi kreatifitas dan inovasi teknologi di ruang digital, perkembangan mutakhir sangat pesat dengan kompetisi antar perusahaan pengelola bisnis digital. Kompetisi kreatif di ruang digital, tentulah membawa dampak positif berupa percepatan inovasi dan kemudahan pelayanan untuk user. Perkembangan ini, pada akhirnya menguntungkan pengguna, dengan kemudahan-kemudahan mengakses perangkat teknologi. Inilah transformasi strategis bagi percepatan gagasan untuk peradaban yang lebih humanis. 

Kompetisi Gagasan
Percepatan teknologi digital dalam platform media sosial, menumbuhkan laju interaksi antar manusia. Koneksi internet yang semakin bagus dengan infrastruktur teknologi, mempermudah interaksi personal. Ruang komunikasi menjadi terbuka, yang hanya ada selaput tipis antara ruang privat dan ruang publik. Interaksi massif di media sosial, menjadikan warga di ranah digital dapat mengembangkan gagasan dan ide-ide kreatifnya. 

Namun, ada sebuah jebakan berupa lubang hitam di balik terbukanya ruang komunikasi via media sosial. Interaksi massif di media sosial, ternyata belum dibarengi analisa dan kecermatan dalam memilah informasi. Di media sosial, informasi palsu dan konten-konten hoax menyesatkan serta memakan banyak korban. Tidak semua netizen mampu menganalisa konten-konten yang bertebaran, apakah hoax atau konten inspiratif. 

Dalam konteks gagasan, masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memiliki pondasi literasi yang kokoh. Laporan riset Programme for International Student Assesment (PISA) mengungkap, betapa betapa tradisi literasi masyarakat Indonesia pada 2012 berada pada rangking 64, dari 65 negara yang diteliti. Sementara, indeks membaca dari siswa-siswa di berbagai negara yang diteliti, posisi Indonesia menempati urutan ke-57, dari 65 negara.

Dibandingkan dengan rangking negara tetangga, Indonesia kalah jauh dalam tradisi literer menurut indeks PISA. Negara Vietnam, menempati posisi urutan 20 besar. Negara-negara lain di Asia Tenggara, juga menempati rangking yang lebih baik dari negeri ini. Tentu saja, ini ironi di tengah gencarnya program literasi dan kampanye membaca di sekolah-sekolah. 

Pada 2016 ini, peringkat Indonesia dalam laporan survey PISA mengalami peningkatan. Capaian membaca siswa Indonesia meningkat dari 337 poin di tahun 2012 menjadi 350 poin pada 2015. Nilai matematika melonjak 17 poin, yang diikuti lonjakan tertinggi pada bidang sains, dari  327 poin menjadi 359 poin. Ini tentu saja kabar yang menggemberikan, meski perlu ditingkatkan lagi prestasi dalam indeks literasi di negara ini, agar mampu berkompetisi dengan negara-negara lain. 

Literasi Digital
Literasi digital bermakna kemampuan berhubungan dengan informasi hipertekstual, dalam artian membaca non-sekuensial berbasis sistem komputer atau platform digital (Davis & Shaw, 2011). Dengan demikian, kemampuan analisa menjadi sesuatu yang penting. Dalam ungkapan Gilster (2007), literasi digital dimaknai sebagai kemampuan membaca, memahami dan analisa berbagai sumber digital.

Di tengah sebaran informasi di media digital, bahkan bisa dikatakan sebagai 'tsunami informasi', maka kemampuan literasi digital menjadi kemampuan strategis. Informasi hoax yang bertebaran, perlu diantisipasi dengan kemampuan memilah dan membaca secara analitik, agar mendapatakan informasi yang valid. Kemampuan mencari sumber informasi yang bisa dipertanggungjawabkan, menjadi sangat penting di tengah percepatan teknologi digital saat ini. 

Dengan demikian, kemampuan membaca masyarakat Indonesia, terutama generasi muda perlu diarahkan dengan kecerdasan memahami arus informasi digital dan keadaban bermedia sosial. Kecerdasan menggunakan platform media digital, ketepatan menyebarkan gagasan, sekaligus kejelian mengakses informasi meruapakan kecakapan penting pada lini transformasi media sosial kini. 

Untuk itu, literasi digital perlu didorong sebagai mekanisme pembelajaran, yang terstruktur dalam kurikulum, atau setidaknya terkoneksi dengan sistem belajar-mengajar. Selain melalui institusi pembelajaran, kampanye literasi digital juga perlu menggandeng komunitas-komunitas kreatif dan organisasi masyarakat berbasis pendidikan yang dapat menyebarkan gagasan, mengupdate kemampuan dan mengeksekusi gerakan massif untuk cerdas bermedia sosial. 

Literasi digital juga menjadi bagian dari rencana jangka panjang UNESCO. Dalam roadmap UNESCO (2015-2020), digital literasi menjadi pilar penting untuk masa depan pendidikan. Literasi digital menjadi basis pengetahuan, yang disupport oleh teknologi informasi yang terintegrasi. Selanjutnya, kreatifitas pengajar sangat strategis untuk pengembangan pendidikan di era cyber. 

Kampanye literasi digital secara massif, dengan meningkatkan kemampuan analitik di tengah progressifnya teknologi digital dan menumbuhkan kecerdasan bermedia sosial, akan mengarahkan lintas generasi bangsa ini pada kemanfaatan teknologi, bukan sampah media sosial beserta energi kebencian yang menyertainya. Bagaimana memulainya? Kita semua harus berkontribusi untuk menjawabnya (*) 

* Penulis Hasan Chabibie, Praktisi Pendidikan dan  Pegiat Literasi Digital.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Munawir Aziz
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES