Kopi TIMES

Jangan Latah Tanam Cabai

Jumat, 06 Januari 2017 - 14:35 | 73.60k
Abdus Salim, Sekretaris Jenderal sosiasi Petani dan Pengolah Hortikultura (Sekjen Asppehorti) Jawa Timur. (Foto: Istimewa)
Abdus Salim, Sekretaris Jenderal sosiasi Petani dan Pengolah Hortikultura (Sekjen Asppehorti) Jawa Timur. (Foto: Istimewa)

TIMESINDONESIA, JAKARTAPEDASNYA cabai tak sepedas hujatan rakyat pada pemimpin negeri ini. Makanya, jangan remehkan cabai! Barangkali ini adalah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan situasi saat harga cabai dalam negeri naik drastis bahkan jika dibiarkan berpotensi bisa menimbulkan inflasi.

Sebagai insan pertanian, fenomena ini menggelitik saya berbagi pandangan dan pengalaman dalam bersikap agar tak hanya pedas dalam menghujat tapi juga objektif dapat berpendapat.

Bahwa cabai harus dipandang sebagai komoditas horti yang khusus dan petaninya juga harus memiliki keterampilan yang spesifik. Apa saja ke khususannya?

Pertama, kita terbiasa menyalahkan alam atau cuaca yang tidak bersahabat saat tanaman cabai kita rusak di lahan. Padahal sejak awal sebenarmya bisa diprediksi jadwal tanam yang tepat untuk menghindari curah hujan yang tinggi.

Semestinya, pada level makronya ini harus ada mapping disetiap wilayah sentra agar petani tidak memaksakan diri menanam pada saat kondisi cuaca tidak bersahabat khususnya yang on field.

Kedua, kita seringkali mengabaikan jadwal dan pola tanam agar panen tidak bersamaan sehingga bisa mengatur jadwal panen untuk menjaga suply kebutuhan pasar. 

Boleh jadi, ini karena petani sering latah dalam merespon kenaikan harga cabai yang sangat fantastis dan reaksioner. Sehingga pada waktu tertentu adakalanya stock cabai melimpah dan juga bisa kurang bahkan tidak ada sama sekali. 

Ketiga, kita tidak pernah menghitung biaya tenaga kerja khususnya untuk buruh petik saat akan panen, misal biaya panen yang mahal dan membengkak saat musim hujan sementara output hasil petik tidak bisa mengimbangi biaya tenga kerja, sehingga akhirnya dibebankan pada harga jual.

Contoh kasus, saat kita membayar penuh tenaga kerja/buruh petik dalam satu hari dengan target ouput panen tertentu, namun karena terkendala hujan pekerjaan terpaksa off sehingga output tidak tercapai, sementara biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja/buruh petik tetap.

Barangkali akan lebih baik para buruh petik difasilitasi jas hujan agar panenan tetap berlangsung tanpa ada alasan berhenti karena hujan sehingga output hasil panen tetap tercapai.

Keempat, kita masih suka meremehkan hal-hal teknis di on farm dalam soal budidaya cabai. Ini menyangkut paradigma dan pola pikir dalam memandang petani cabai. 

Bahwa seharusnya petani cabai itu bukan petani sembarangan, ia harus memiliki skill dan kemampuan teknis yang spesifik, termasuk teknologi budidaya yang diterapkan juga harus modern.

Misal, penerapan metode Low External Input Suistainable Agriculture (LEISA) dengan pemanfaatan pupuk organik dan pestisida nabati di lahan pastinya akan mendongkrak produktivitas dan tentu bisa menekan HPP (Harga Pokok Produksi) di tingkat Petani.

Adapun ideal HPP cabai ditingkat petani pada saat musim hujan Rp.5.300/kg dan saat musim kemarau bisa lebih rendah Rp.4.200/kg. 

Nah, bisa bayangkan kalau harga cabai saat-saat tertentu bisa menembus harga 100rb/kg. Betapa istimewanya komoditas ini? Tapi, kendati demikian, sekali lagi jangan latah dalam memutuskan bertanam cabai. 

Ada baiknya ke 4 (empat) hal tersebut perlu kita perhatikan agar pedasnya cabai tak lagi membuat perih hati rakyat dan pemimpin di negeri ini. Karena harga cabai yang tinggi tidak berbanding lurus dengan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani cabai. 

Saran penulis, jika ingin bertanam cabai carilah mitra yang bisa mengerti permasalahan petani cabai dan lebih baik lagi jika mitranya bisa mengamankan harga cabai saat hasil panenan rusak bahkan harga yang tidak menarik, misal dengan mengolahnya menjadi pasta cabai.

Dalam hal ini, penulis pernah menjumpai ada beberapa komunitas yang sudah berhasil menerapkan pola seperti ini dan berjalan meski kini masih belum meluas seantero negeri.

Semoga tulisan singkat dan sederhana ini bisa menambah wawasan serta memberi pencerahan khususnya bagi petani cabai di seluruh Nusantara. (*) 

*Penulis adalah Abdus Salim, Sekretaris Jenderal sosiasi Petani dan Pengolah Hortikultura (Sekjen Asppehorti) Jawa Timur.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES