Kopi TIMES

Eddy Rumpoko adalah Nelson Mandela

Jumat, 06 Januari 2017 - 01:01 | 73.35k
ILUTRASI: Nelson Mandela (kiri) dan Eddy Rumpoko (Foto: istimewa)
ILUTRASI: Nelson Mandela (kiri) dan Eddy Rumpoko (Foto: istimewa)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Simak saja dua foto yang menyertai tulisan ini: Nelson Mandela dan Eddy Rumpoko. Kalaupun ada sedikit kesamaan secara fisik, barangkali pada tinggi tubuh, yang sama-sama jangkung. Selebihnya, bumi dan langit. Jadi bagaimana mungkin Walikota Batu disamadengankan mendiang Presiden Afrika Selatan?

Sudahlah... Eddy Rumpoko adalah Nelson Mandela dalam wujud yang berbeda. Itu intinya. Presiden kulit hitam pertama Afsel yang menjabat 1994 – 1999 itu, setidaknya, merupakan salah satu tokoh dunia yang dikagumi ER, panggilan akrab walikota yang hobi ngetrail itu. Benang tipis antara keduanya, bisalah dijalin dari pendekatan ini.

Alkisah, menjelang akhir kekuasaan Nelson Mandela, tahunnya antara 1998 – 1999, ER mengunjungi benua hitam itu. Tidak sekadar berkunjung, ER juga berkesempatan memasuki komplek istana kepresidenan yang dinamakan Union Buildings di Pretoria. Makin kagum saja ER kepada Mandela, sang tokoh anti-apartheid, sekaligus pejuang kemanusiaan itu.

Stop sampai di situ. Cerita bergulir ke masa sekitar delapan tahun kemudian, ke tahun 2007, saat takdir mendudukkannya sebagai Walikota Batu. Dengan menggenjot tiga program utama: Pariwisata, Petanian, dan Pendidikan, Batu menjelma menjadi destinasi wisata unggulan. Jutaan wisatawan mengalir ke Batu setiap tahunnya.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) melonjak drastis. Dana perimbangan pun merangsek naik. Artinya, aliran dana bagi hasil pajak dan non pajak, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana alokasi dari provinsi, meningkat. Jika awal menjabat APBD Kota Batu hanya di kisaran angka Rp 200-an miliar, tahun 2016 menembus anggka Rp 800 miliar lebih. Bukan tidak mungkin, bakal menembus Rp 1 triliun di tahun 2017, melihat tren yang ada. 

union-buildingsrWNo.jpg

Dengan keleluasaan anggaran, ER pun merancang pembangunan balaikota yang baru. Nah, ketika ide membangun super block itu muncul, muncul pula endapan kesan mendalam terhadap Union Buildings, kantor Presiden Mandela yang ia kunjungi dulu. Ia pun bertekad membangun komplek perkantoran terpadu menyerupai Union Buildings. Bukan saja pada gaya arsitekturnya, tetapi juga esensi kantor pemerintah sebagai “kantor rakyat”.

“Yang paling berkesan ketika mengunjungi Unions Buildings adalah, bahwa istana kepresidenan itu terbuka untuk umum. Rakyat bebas masuk gedung kepresidenan. Satu-satunya ruang yang tidak boleh dimasuki dan karenanya dijaga petugas keamanan hanya satu, yaitu ruang Presiden Mandela,” papar ER, seraya menambahkan, “dan penjaga istana kepresidenan, semua kulit putih.”

Spirit Union Buildings itulah yang kemudian diterjemahkan ke dalam konsep pembangunan super block yang diberi nama Balaikota Among Tani. Sekilas, model bangunan keduanya mirip. Bedanya, Balaikota Among Tani dimodifikasi sedemikian rupa sehingga masih tetap “beraroma” Indonesia.

“Bukan semata kemiripan gedung. Lebih dari itu, saya ingin meniru konsep kantor pejabat negara yang terbuka. Tidak ada sekat. Rakyat bebas masuk balaikota. Mereka bisa melihat bagaimana kami para aparatur pemerintah bekerja melayani rakyat,” ujar ER serius.

Bahkan, ruang rapat pejabat juga terbuka. Tidak hanya pegawai pemerintahan yang bisa melihat dan mendengar materi rapat. Masyarakat sekalipun boleh melihat. “Bahwa kantor kami terbuka untuk rakyat itu bukan hanya slogan, tetapi bisa dibuktikan. Dengan konsep itu, saya ingin mengubah mindset aparatur, bahwa mereka itu bekerja untuk rakyat,” kata ER.

Mengapa namanya “among tani”? Ini adalah bentuk keseriusan Kota Batu memuliakan para petaninya. Kita tidak berbicara hanya soal kebijakan yang membuat pertanian di Kota Batu berkembang pesat. Lebih dari itu, nama gedung yang dibangun dengan dana mencapai Rp 300-an miliar di Jalan Jenderal Sudirman ini, menunjukkan bahwa Pemkot Batu tidak memandang petani dengan mata memicing.

Tidak ada gedung lain yang punya nama sedemikian indah dibanding Among Tani. Biasanya gedung-gedung diberi nama berbahasa Sansekerta yang filosofis. Tapi balaikota yang mulai dihuni sejak awal tahun 2016 ini, memilih kata sederhana: Among Tani. Among Tani bisa diterjemahkan sebagai keberpihakan kepada petani, memuliakan petani. 

Among Tani dipilih karena gedung itu benar-benar dibangun menggunakan APBD, tidak meminta dana dari pusat sebagaimana daerah lainnya. APBD Kota Batu tentunya uang rakyat, dan rakyat Batu sebagian besar berprofesi sebagai petani. Jadi nama ini adalah penghargaan yang tak lekang digerus zaman. Selama gedung itu tegak berdiri, digunakan oleh empat ribuan PNS dan warga yang dibebaskan keluar masuk balaikota, maka selama itulah penghargaan kepada petani abadi. Sayap kiri balaikota adalah ruang serba guna yang boleh digunakan warga menggelar hajatan apa saja. Gratis.  

Setahun sudah Balaikota Among Tani digunakan. Belum semua orang mengetahui, bahwa Nelson Mandela senantiasa menginspirasi Eddy Rumpoko. Pembangunan gedung perkantoran yang dimirip-miripkan dengan Union Buildings, sejatinya hanya perlambang. Yang lebih esensial adalah, semangat memuliakan rakyat. Semangat menyejahterakan rakyat lahir dan batin. Itulah garis tegas yang menghubungkan Eddy Rumpoko dengan Nelson Mandela. (*)

 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Publisher : Ahmad Sukmana
Sumber : CoWasJP.com

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES