Kopi TIMES

Koruptor Tidak Lebih dari Seekor Binatang

Jumat, 09 Desember 2016 - 17:30 | 152.17k
Busri Toha. (Foto: TIMES Indonesia)
Busri Toha. (Foto: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SUMENEPKorupsi, tak sepadan untuk mewakili perilaku busuk, rusak. Lebih luas, korupsi adalah tindakan pejabat publik untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Korupsi, termasuk juga penyalahgunaan wewenang atau jabatan demi maraup untung pribadi. Dan itu laknat.

Maling bisa mencuri barang orang lain, tapi koruptor bisa menjarah hak masyarakat dan negara. Pembunuh bayaran bisa saja menghabisi targetnya, tapi koruptor sanggup membunuh bangsa dan kemanusiaan.

Korban dari korupsi adalah masyarakat banyak. Rakyat dirugikan. Perbuatan korupsi termasuk perbuatan busuk. Maling adalah seseorang yang mencuri hak orang lain. Mencuri hak orang lain adalah perbuatan busuk. Koruptor mencuri hak rakyat.

Mencuri hak rakyat adalah perbuatan busuk. Mencuri milik seseorang disebut dengan maling. Mencuri hak rakyat, menyalahgunakan wewenang, dapat disebut koruptor.

Setiap hari masyarakat Indonesia disuguhkan dengan berita-berita korupsi. Di daerah-daerah, warga masyarakat desa disuguhi dengan berita kasus korupsi.

Disiarkan baik melalui media cetak, online, elektronik dan informasi dari telinga ke telinga. Semua warga seakan sudah bosan mendengarkan semua itu. Tetapi sang koruptor tidak pernah bosan. Uang rakyat tetap dikemplang.

Mulai dari pejabat kelas Kepala Desa hingga penjabat kelas tinggi dengan mudahnya berlaku korup. Dugaan korupsi terus merajalela, nyaris seperti pementasan budaya.

Semoga kasus-kasus korupsi tidak akan berubah menjadi kleptokrasi. Yang pada gilirannya menjadi negara yang diperintah oleh para pencuri.

Sebagai rakyat biasa, saya malu mendengarkan pementasan budaya korupsi itu. Sebagai anak bangsa saya bermimpi memiliki pemimpin yang dipercaya untuk mengendalikan amanat, tetapi justru pemimpin menghianati-dikhianati.

Amanat rakyat dibiarkan tidak dijalankan sesuai dengan konstitusi negara. Jika amanat rakyat telah dilalaikan oleh pelaksana, pejabat pemerintah, politisi, siapa lagi yang akan menjalankan amanat rakyat?

Tindakan koruptor melalaikan wewenang, menyalahgunakan jabatan hingga ngemplang uang rakyat, bukan karena tidak diatur dalam undang-udang. Bukan karena tidak ada peraturan yang mengikat mereka. Tetapi rasa malu untuk bertindak di luar batas wajar sudah hilang.

Saya teringat dengan Roh Moo-Hyun, Presiden Korea Selatan (memangku jabatan pada tahun 2003-2008).  Presiden ke-9 itu ditemukan kepolisian tewas bunuh diri dengan terjun dari tebing setinggi 45 meter, 23 Mei 2009. Ketika ditemukan, tubuhnya penuh luka dan meski dibawa ke rumah Seyoung Hospital, nyawanya tidak tertolong lagi.

Setelah Presiden ditemukan tewas, kemudian diikuti dengan bunuh diri sejumlah elit politik yang dituduh korupsi.  Termasuk bekas Sekretaris Perdana Menteri, Kim Young-chul; bekas Wali Kota Busan (yang tewas bunuh diri di kamar tahanan), bekas Gubernur Jeolla, dan bekas eksekutif Hyundai, Chung Mong-hun.

”Saya sudah mengecewakan rakyat. Saya telah menyebabkan suatu beban besar yang harus mereka tanggung. Saya tidak kuat lagi untuk menjalani kehidupan dengan penderitaan yang begitu besar. Sisa hidup saya ternyata tidak berguna bagi orang lain. Saya tidak dapat berbuat apa-apa karena kesehatan saya yang memburuk. Janganlah terlalu sedih. Bukankah hidup dan mati merupakan bagian dari takdir? Janganlah menyesal. Janganlah menaruh dendam kepada siapapun. Semua sudah menjadi takdir. Bakarlah jasad saya. Tinggalkan sebuah batu nisan kecil di dekat rumah saya. Sudah lama saya memikirkan semua ini,” itulah salah satu pesan sang Presiden yang bunuh diri karena  kasus tuduhan suap yang menimpa dirinya.

Di Indonesia, saya dan tentu saja banyak warga yang lain tidak melihat para pejabat mengikuti jejak Presiden Korea Selatan dengan cara bunuh diri. Tetapi, tidak ada salahnya, sebagai rakyat biasa untuk menyarankan agar meniru rasa malu yang dimiliki oleh Presiden itu. Jika bukan karena rasa malu yang kuat, tidak mungkin dia akan bunuh diri.

Untuk itu, lebih baik menanamkan rasa malu yang kuat dari pada tidak memiliki sama sekali. Malu berbuat korupsi. Malu bertindak di luar wewenang, malu berbuat sesuatu yang busuk. Tidak perlu bunuh diri.

Malu, satu perasaan negatif yang timbul dalam diri seseorang akibat kesadaran diri. Sadar karena dirinya telah berbuat tidak senonoh, busuk dan tidak becus. Perasaan malu, dimiliki setiap orang yang normal. Setiap makhluk Tuhan yang berakal memiliki perasaan malu. Kucing saja masih memiliki rasa malu. Dengan lain kata, koruptor tak lebih dari seekor binatang. Selamat Hari Anti Korupsi se Dunia. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES