Kopi TIMES

Media Sosial dan Kondisi Rakyatnya

Kamis, 08 Desember 2016 - 06:07 | 40.68k
Achmad Dahri (Grafis: TIMES Indonesia)
Achmad Dahri (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – DULU dijenjang sekolah dasar, bapak ibu guru kita memberi pengertian bahwa manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia secara fitrah memiliki ketergantungan dengan manusia bahkan makhluk lain, dan itu terbukti sejak jual beli dengan model barter sampai pada model transaksi COD (istilah transaksi jual beli sekarang) yang belum tentu barang yang dijual belikan itu ada atau tidak.

Memang, pada dasaranya, teknologi informasi yang berbicara, dimana praktik pengertian tentang manusia diatas cukup diaplikasikan pada model Medsos (media sosial) yang bermacam-macam.

Apalagi, diimbuhi jaringan internet yang semakin murah meriah dan mudah didapat seperti di warung kopi, tempat cucian mobil dan motor, bahkan sampai di rumah makan yang tidak mungkin kita duduk berjam-jam menikmati wifi tetap disediakan jaringan internet gratis.

Fenomena wifi ini seakan-akan menjadi jembatan untuk melancarkan hubungan sosial di media-media yang tak karuan jumlahnya, sehingga patut jika saat ini banyak orang mengatakan “kalua dulu kita ngopi atau bertemu dengan kawan lama pasti ngobrol dan saling bertatap wajah, sedangkan saat ini berbeda. Keduanya khusyuk melihat Handphone pintarnya masing-masing".

Yang keduanya hanya melihat atau menyelesaikan misi di game COC-nya bahkan yang sempat naik daun pada pertengahan tahun 2016 adalah pokemon go yang kemana-mana pasti melihat HP pintarnya tanpa memperdulikan disekelilingnya sehingga  seakan-akan hilang peran manusia sebagai makhluk social.

Dalam artian, etika bersosial dalam hal ini, interaksinya sudah mulai berkurang dan bahkan hilang. Pastinya, jelas ada manfaat dan tidaknya asal tahu proporsi yang digunakan, manfaatnya memberi informasi yang kebanyakan orang tidak tahu jika tidak dengan media-media sosial tersebut, media aktualisasi diri misalnya yang itu menjadi ilmu baru bagi penikmat media social.

Namun, pada dasarnya, yang hidup disekekliling kita adalah manusia yang ada disekitar kita. Karena tidak mungkin ketika ada kecelakan di-upload terlebih dahulu kemudian teman-teman di media sosialnya yang datang menolong, pasti orang-orang disekitarnya yang tanggap dan membantu.

Dan oleh sebab itu, menjadi pelaku zaman atau penikmat zaman dalam istilahnya Gerardette Philiphs, yang mana pelaku zaman adalah selalu berfikir atas apa yang membuat nyaman dan mengurangi kenyamanan sehingga mampu melaksanakan peran masing-masing pada zaman tersebut.

Sedangkan penikmat zaman adalah orang yang selalu mengikuti bahkan hanyut dalam perkembangan zaman, sehingga lupa pada peran masing-masing.

Dengan demikian kita tahu posisi kita dimana sebagai manusia yang memiliki posisi sebagai makhluk social. (*)

*Penulis adalag Achmad Dahri, mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Al Farabi, Malang.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES