Kopi TIMES

Ideologisasi untuk Regenerasi Petani

Kamis, 01 Desember 2016 - 16:20 | 190.47k
Abdus Salim, Pengurus Yayasan Insan Cita Agro Madani (ICAM), Malang. (Grafis: TIMES Indoneisa)
Abdus Salim, Pengurus Yayasan Insan Cita Agro Madani (ICAM), Malang. (Grafis: TIMES Indoneisa)

TIMESINDONESIA, MALANG – Keprihatinan kita makin hari makin menjadi, tak hanya dalam sektor energi, informasi, pangan dan teknologi. Tapi rentetannya juga adalah soal regenerasi, khususnya dalam soal bertani. Beragam data mungkin perlu dicari untuk lebih memastikan bahwa sektor pertanian kini benar-benar sudah mulai kehilangan generasi.

Berdasarkan data BPS jumlah rumah tangga tani Indonesia 26,14 juta, 55,3% (14.25 juta) adalah petani gurem (punya lahan < 0.5 ha). Belum lagi soal jumlah masyarakat yang bekerja di pertanian dan lahan sawah ,perkebunan dan area ternak yang dari tahun ketahun cenderung menurun dan terdegradasi. Maka dari itu problem ini tak bisa dibiarkan dan perlu segera untuk diamputasi, dicarikan solusi agar tidak menjadi problem besar bangsa dikemudian hari.

Salah satu upaya untuk bisa mencari solusi diantaranya yaitu kita harus memahami fakta dan problem utama yang sedang kita hadapi dinegeri ini, berikut beberapa pointers yang pernah ditabulasi oleh pegiat pertanian dan pemerhati:

  • Pendidikan formal rumah tangga tani rendah sehingga kemampuan mencerna & menganalisa sangat terbatas 
  • Penguasaan teknologi , mekanisme dan manajemen pertanian , peternakan dan kelautan sangat rendah
  • Rendahnya keinginan pemuda & sarjana untuk bekerja atau usaha di pertanian,peternak dan kelautan
  • Ada 5.494 perusahaan industri agribisnis dan 6,8 juta rumah tangga pertanian mumpungi butuh akses pemasaran ke pasar lokal dan global
  • Rumah Tangga Pertanian di Indonesia tersebar di seluruh penjuru daerah yg terkadang sulit di jangkau
  • Tidak terserapnya hasil panen secara cepat (KEPASTIAN PASAR)
  • Keterbatasan informasi harga pasar rumah tangga pertanian sulit didapat (TRANSPARASI HARGA)
  • Penguasaan hasil panen didominasi oleh tengkulak atau pedagang penebas
  • Perdagangan komoditas dunia maya 98% adalah tengkulak
  • Akses B2B agri ke rumah tangga pertanian secara langsung masih sulit
  • 98 % Petani, Nelayan, Peternak belum melek digital, termasuk akses internet dan perangkatnya
  • Persaingan pemasaran hasil petani antar negara MEA sangat tinggi terutama dari negara Thailand, Vietnam dan Malaysia

Bahkan mungkin masih akan dijumpai banyak lagi kendala dan hambatan di sektor pertanian ini di lapangan, jika kita memetakannya lebih detail lagi. Namun yang pasti, penulis berpandangan pada historical proces yang terjadi, bahwa yang akar persoalan itu semua adalah minimnya proses ideologisasi. Meski mungkin pandangan ini sangat tidak populis tapi setidaknya penulis memiliki beberapa dasar argumentasi. Diantaranya adalah tidak terinternalisasinya nilai dan kepedulian serta empati pada diri insan pertanian itu sendiri.  

Sehingga ia memandang bahwa dirinya yang lahir, belajar, memiliki gelar dan besar dilingkungan sekolah/kampus pertanian sekalipun tidak ada jaminan bahwa mereka secara otomatis mengambil pilihan profesi, perjuangan bahkan mati hidup pun didunia pertanian. Yang harusnya posisi mereka berada pada kesadaran yang utuh bahwa pertanian itu adalah masa depannya. 

Ideologisasi-di-Forum-Diskusi-TARUNA-TANINX4yk.jpgIdeologisasi di Forum Diskusi TARUNA TANI

Pengalaman penulis saat mengisi forum ilmiah maupun saat berinteraksi dalam forum diskusi, menemukan fakta dan bukti bahwa mereka yang berada pada komunitas insan pertanian sekalipun tidak benar-benar mampu memahami bahwa negeri kita ini gemah ripah loh jinawi, negeri agraris dan berada pada lintang khatulistiwa yang beriklim tropis. Artinya betapa kesadaran akan potensi diri yang terlahir di negeri ini tidak lantas menjadi landasan histori dan ideologisasi yang akhirnya mereka yakini.

Ada contoh kasus; seorang mahasiswa pertanian yang pada saat liburan kuliah kemudian pulang kampung sembari ditanya oleh petani tentang tanamannya yang kena hama. Meski sekilas pertanyaan seorang petani cukup pragmatis misalnya, apa penyebab tanamannya kena hama dan beli dimana obatnya, berapa harganya? 

Nah, tentu pertanyaan ini sungguh sangat merepotkan bagi seorang mahasiswa atau calon sarjana pertanian apalagi disiplin ilmu yang dipelajari mungkin juga berbeda. Tapi setidaknya, jawaban yang paling elegan dari seorang insan pertanian akan sangat ditunggu oleh petani. Mungkin saja meski dengan menunda jawaban sembari  mencari tahu pada ahlinya, atau memberikan akses petani agar bisa mecari solusi. Dan, tentu lebih baik lagi ia bisa mendampinginya memberi solusi. Yang terpenting substansinya adalah peduli dan empati pada setiap persoalan yang dihadapi petani, selanjutnya pada tingkatan yang lebih tinggi lagi adalah mampu berkontribusi dan memberi solusi pada persoalan yang terjadi.

IdeologisasiVPrys.jpgIdeologisasi di Forum Diskusi TARUNA TANI

Oleh karena itu, demikian pentingnya tahapan ideologisasi ini untuk penguatan regenerasi Petani, sehingga penulis berpandangan bahwa ideologisasi semacam ini bisa dilakukan dimulai dari ruang kelas, lingkungan terkecil dan komunitas pertanian yang kita miliki. Jika tidak maka sulit kiranya kita mengamputasi akar persoalan dan problem regerasi petani yang saat ini sedang pada puncak degradasi. Mari berkontribusi pada negeri dengan bertani. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES