Wisata

Dinas Kelautan dan Perikanan pun Ngurusi Sampah…

Minggu, 23 Oktober 2016 - 03:15 | 119.99k
Air yang sangat jernih di Dermaga Pulau Nyamuk. Pulau yang berjarak dua jam perjalanan laut dari Karimunjawa. (Foto: Erwan Widyarto/CoWasJP for TIMES Indonesia)
Air yang sangat jernih di Dermaga Pulau Nyamuk. Pulau yang berjarak dua jam perjalanan laut dari Karimunjawa. (Foto: Erwan Widyarto/CoWasJP for TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JEPARA – Tak Hanya di pulau utama. Di pulau-pulau kecil di gugusan kepulauan Karimunjawa itu, persoalan lingkungan pun harus mulai dipikirkan. Langkah antisipatif harus sudah disiapkan agar tak muncul masalah besar di kemudian hari. Melihat kondisi penurunan kualitas lingkungan itulah, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah turun tangan. Bersama KAGAMA cabang Jepara membuat program di Pulau Nyamuk.

Pulau Nyamuk merupakan pulau terluar provinsi Jawa Tengah yang berada di wilayah Karimunjawa. Mengunjungi pulau ini, bisa dengan perjalanan laut selama dua jam dari Karimunjawa. Beruntung, saya bisa mengunjungi pulau terluar Jawa Tengah ini dalam cuaca yang sangat baik dan ombak Laut Jawa yang nyaman. 

BACA JUGA: Sampah harus Menjadi Perhatian Serius

Berangkat dari Pelabuhan Perikanan Pantai Karimunjawa sekitar pukul 08.00 pagi dengan KM Jasa Samudera, rombongan sampai di Pulau Nyamuk sekira pukul 10.00 WIB. Saya yang anggota Kagama diajak oleh Ketua Kagama Jepara Hery Kusnanta bersama tim dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Tengah yang dipimpin Kepala Bidang Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Ir. Lilik Harnadi M.Si, M.Sc.

BACA JUGA: Pelabuhannya Punya Pabrik Es yang Sempat Mau Ditutup

DKP memiliki program sosialisasi peningkatan kualitas lingkungan pulau-pulau terluar. Dengan melihat persoalan lingkungan di wilayah Karimunjawa, yang utamanya soal sampah plastik, saya yang 6 tahun belakangan bergiat di Bank Sampah diminta untuk berbagi (sharing) pengelolaan sampah plastik.

Amanah dari Kagama ini pun saya sanggupi karena sesuai dengan bunyi lirik Himne Gadjah Mada, inilah saatnya menunjukkan ‘’Bakti Kami….memenuhi panggilan bangsaku…kupenuhi dharma bakti tuk ibu pertiwi.”

Kedatangan kami di dermaga (pelabuhan) Pulau Nyamuk tidak hanya disambut oleh Petinggi Nyamuk (setingkat kepala desa) yang bernama Sudarto. Botol-botol plastik bekas minuman pun tampak ikut menyambut. Botol-botol tersebut berserakan mengapung-apung di bawah rimbunan mangrove tepi dermaga Pulau Nyamuk. Lalu, tumpukan sampah yang bau, terlihat kemudian di jalan masuk arah Jalan Gajah Mada. Jalan utama dari dermaga ke daratan.

pulau-nyamuk-1EQvB4.jpg

Botol-botol plastik berserakan di sela-sela Mangrove di Dermaga Pantai Pulau Nyamuk. (Foto: Erwan Widyarto/CoWasJP for TIMES Indonesia)

Kendati ada tulisan “Dilarang Membuang Sampah” berdiri tegak di dekat wilayah tersebut, sampah-sampah tersebut merupakan bukti perlunya sikap dan perilaku yang harus dibenahi. Yakni jangan buang sampah, apalagi buang sampah sembarangan. Sampah yang dibuang sembarangan akan menurunkan kualitas lingkungan. Jika belum merasakannya saat ini, pasti cepat atau lambat, akan dirasakan beberapa waktu kemudian. 

“Sambutan” botol mengapung di pantai itulah yang menjadi amunisi sharing di Balai Desa atau Kantor Petinggi Nyamuk. Apalagi di awal sambutannya, Sudarto meminta motivasi, saran dan masukan agar ke depan Nyamuk semakin maju.

“Kami tidak mau kalah dengan desa-desa lain. Potensi kami tidak kalah dengan desa lain. Semangat kami juga. Kagama sudah banyak membantu kami. Kami siap menerima masukan termasuk soal sampah,’’ tegas Sudarto berapi-api. Warga yang hadir pun begitu antusias menyambut kami.

pulau-nyamuk-4BXarF.jpg

Petinggi Nyamuk Sudarto (kiri) menjelaskan Peta Pulau Nyamuk pada Kepala Bidang KP3K Lilik Harnadi dan Ketua Kagama Jepara Hery Kusnanto (tengah). (Foto: Erwan Widyarto/CoWasJP for TIMES Indonesia)

Kendati terlihat pucat, mantan anggota TNI ini menyampaikan sambutan dengan penuh semangat.

Butiran keringat terlihat di dahinya. “Saya sebenarnya masih sakit. Tujuh hari tidak bisa tidur. Tapi kedatangan Pak Lilik dan Pak Hery ini jauh lebih penting bagi warga Nyamuk,’’ katanya. 

Menanggapi sambutan Sudarto, Lilik Harnadi mengatakan kehadiran rombongan DKP dan Kagama adalah sebuah upaya serius pemerintah dan pihak universitas memperhatikan pembangunan masyarakatnya. “Dengan program ini,masyarakat pulau terluar pun merasakan kehadiran pemerintah.

Masyarakat Pulau Nyamuk harus berterima kasih dan tenanan (sungguh-sungguh) dalam mengelola bantuan-bantuan yang diberikan oleh DKP maupun UGM atau Kagama,’’ ingat Lilik.

Lilik mengaku takjub dengan perkembangan Pulau Nyamuk. Apalagi di Balai Desa itu tersedia layanan hotspot (wifi) gratis yang bisa dimanfaatkan warga. Layanan wifi ini merupakan hibah dari UGM dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN).

“Manfaatkan semuanya dengan baik. Termasuk bantuan-bantuan yang sekarang ini,’’ tambah Lilik yang kemudian menyerahkan sejumlah bantuan 12 tong sampah besar, dinamo berkekuatan 10.000 kw dan 40 buah lampu dengan tenaga air garam.

pulau-nyamuk-2Ovmaz.jpg

Staf DKP Provinsi Jateng memeragakan cara mengjidupkan lampu berbahan air garam. (Foto: Erwan Widyarto/CoWasJP for TIMES Indonesia)

Sesuai dengan bidangnya di DKP, Lilik juga meminta agar masyarakat terus menjaga kualitas lingkungan Pulau Nyamuk. Termasuk dalam mengelola sampah.

‘’Makanya saya bawakan tong sampah dan sekalian ahli sampahnya. Kalian harus sungguh-sungguh memanfaatkannya,’’ tegas Lilik yang sangat akrab dengan para warga Pulau Nyamuk. Saya yang hanya “tukang sampah” disebut ahli sampah hanya tersenyum.

Ketua Kagama Jepara Hery Kusnanto juga memberi semangat warga Nyamuk. Hery juga mengingatkan berbagai penurunan kualitas lingkungan saat semakin banyak wisatawan (atau orang luar) yang datang ke Pulau Nyamuk. Jika tidak dibarengi dengan kesiapan warga untuk sadar lingkungan, para wisatawan juga akan seenaknya dalam mengelola sampah.

‘’Kalau kita sendiri tidak disiplin, orang lain pun akan susah kita ajak disiplin,’’ ujar alumni Teknik Geodesi UGM ini.

Hery pun mengajak warga untuk berjanji mengelola sampah. 

“Apakah bapak-bapak dan ibu-ibu sanggup untuk tidak membuang sampah sembarangan?” tanya Hery. “Sangguuuppp!” jawab mereka serempak.

Dengan ikrar kesanggupan warga itulah, tugas saya menjadi ringan. Saya yang kejatah berbagi pengolahan sampah plastik pun tinggal ngegongi….hehehe. Di depan perwakilan 185 keluarga di wilayah Pulau Nyamuk itu saya sharing pengelolaan sampah.

Menggarisbawahi yang disampaikan oleh Sudarto, Lilik maupun Hery, saya pun menyampaikan hitung-hitungan mudah soal produksi sampah warga. Saya lontarkan pertanyaan, adakah bapak-ibu yang hari itu tidak menyampah. Mereka menjawab tidak ada. Pasti tidak ada karena kita semua adalah produsen sampah. 

“Berapa sampah per hari? Kita hitung saja satu kilo. Jika di Pulau Nyamuk ada 185 keluarga maka aka nada 185 kg sampah setiap hari. Seminggu ada 1,3 ton. Sebulan ada 5,5 ton. Bayangkan sampah sebanyak itu? Mau ditaruh di mana?” urai saya memancing reaksi.

Kalau sampah-sampah itu berupa sampah yang campur. Campur antara yang organik dan non-organik. Dan sampah itu lalu dibuang dalam tumpukan di kebun, terkena air hujan, maka akan menjadi sarang nyamuk dan polusi bau. “Apakah memang mau produksi nyamuk seperti namanya?” ujar saya disambut gerrr.

pulau-nyamuk-5OQEw.jpg

Penulis (kiri) dan Petinggi Nyamuk Sudarto. (Foto: Erwan Widyarto/CoWasJP)

Sampah sebaiknya dikelola dengan dipilah. Sumbangan 12 tong sampah dari DKP, saya sarankan ditempatkan di 4 titik. Masing-masing titik 3 tong sampah untuk sampah plastik, kertas dan kaca/logam. Sampah organik berupa daun, sisa makanan, buah-buahan yang busuk dimasukkan ke dalam lubang yang bisa dibuat di kebun masing-masing. Ini karena lahan milik warga masih cukup luas.

Di tempat pertemuan itu, saya ajarkan pengelolaan sampah plastik seperti tas kresek, bungkus snak, sedotan, plastik dan sejenisnya dengan sistem ecobricks. Warga langsung praktik di tempat. Kebetulan saat itu ada banyak plastik bekas bungkus kaos yang dibagikan oleh tim DKP. Saya contohkan tas kresek warna merah yang pertama dimasukkan untuk memberi warna dasar pada botol ecobrick.

“Masukkan hanya sampah plastik yang kering dan bersih. Padatkan sepadat-padatnya dengan bantuan tongkat. Maka, jika sudah penuh, botol itu akan menjadi batu bata. Bisa dibuat untuk berbagai kepentingan. Bisa untuk dibuat kursi, meja, atau ganti batu bata untuk membuat batas taman.’’ 

pulau-nyamuk-3Zh4ne.jpg

Contoh botol ecobricks dan brosur yang dibagikan saat sosialisasi. (Foto: Erwan Widyarto/CoWasJP)

Sosialisasi mengenai sampah ini langsung disambut warga. Seorang warga bernama Rosyidi menanyakan bagaimana cara yang efektif membersihkan sampah di pantai. ‘’Jadwalkan saja kerja bakti.

Selanjutnya, para nelayan harus bersama-sama menjaga kebersihan pantai,” jawab Lilik.

Warga begitu antusias. Usai presentasi, peralatan pembuat ecobrick pun diminta. Semoga ini menjadi penanda antusiasme dan niat baik warga dalam mengelola sampah. Semoga saya bisa datang lagi dan bisa melihat perubahan yang terjadi….(bersambung)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Publisher : Ahmad Sukmana
Sumber : CoWasJP.com

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES