Wisata

Kampung Janda: Boleh Dikawin, Dibawa Jangan

Minggu, 16 Oktober 2016 - 15:01 | 948.10k
Suasana acara yang di adakan di kampung janda. (Foto: Imam Kusnin Ahmad/CoWasJP)
Suasana acara yang di adakan di kampung janda. (Foto: Imam Kusnin Ahmad/CoWasJP)

TIMESINDONESIA, AMPANA – Yang tak kalah menariknya untuk ditulis selain wisata bahari di Kabupaten Tojo Unauna, adalah Kampung Janda (muda usia). Lokasi Kampung Janda terletak di Desa Kabalutan, Kecamatan Talako, Kabupaten Toju Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah.

Disebut Kampung Janda karena di desa tersebut banyak para janda muda. Sampai tahun 2016 ini di desa nelayan itu tercatat 141 janda yang masih berusia produktif 15 - 30 tahun.

BACA JUGA: Indahnya Kepulauan Togean di Teluk Tomini

Lokasi  Kampung  Janda dari ibu kota Kabupaten Tojo Una-Una, Ampana, ditempuh selama dua jam bila menggunakan speed bot. Kampung Janda di sebuah kepulauan Talako.

“Di desa itu memang banyak jandanya. Karena memang tradisi dan kearifan lokal mendukung  kondisi itu,’’ ungkap Sudirman salah seorang warga setempat.

Menurut Sudirman, ada budaya yang berkembang di desa itu. Bahwa wanita yang nikah dengan orang luar pulau, si wanita tidak boleh dibawa keluar dari desa tersebut, meski sudah beranak pinak.

Peraturan lainnya, si suami juga tidak boleh nikah lebih dari satu istri.

“Jadi kalau lelaki berasal dari diluar pulau, mereka tidak bisa mengajak keluar mereka dari rumahnya. Kalau memaksa, maka pilihannya dua: menetap atau cerai!’’ ungkap Sudirman.

KAWIN MUDAH, CERAI PUN MUDAH

Budaya semacam itulah yang membuat  wanita jadi korban. Karena masih muda-muda sudah menjadi janda. ”Orang tua mereka mendesak bila suami meninggalkan isterinya, maka langsung diminta cerai. Supaya si gadis bisa dinikahkan lagi dengan lelaki lain,’’  tandas Sudirman. 

“Kawin mudah. cerai juga mudah. Karena nikahnya cukup dengan nikah  sirri ( cukup dibawa ke penghulu setempat - red). Begitu pula cerainya,’’ kata Sudirman.

Kondisi mereka mayoritas di bawah garis kemiskinan, pendidikannya juga rendah, hanya tamat sekolah dasar. Sebagian kecil yang bisa lulus sekolah lanjutan pertama (SMP), karena sebagian besar mereka hidup sebagai nelayan. Ya .. rata-rata nelayan hidupnya  di bawah kelayakan. Penghasilan lainnya berasal dari bertani cengkih dan kelapa. 

Kesederhanaan mereka juga tampak dalam keseharian mereka. Mereka hidup  berkelompok dengan keluarga. Sehingga tidak jarang satu rumah didiami 4 - 6 Kepala Keluarga, sehingga kondisinya berjubel.

Tahun lalu, sebagian rumah penduduk dapat bantuan dari Kemensos untuk direhabilitasi agar bisa hidup lebih layak. Masing-masing rumah mendapat bantuan Rp 15 juta.

”Rumahnya mayoritas terbuat dari papan. Jarang dari batu bata atau dari batako. Karena penghuninya banyak, maka sekat kain menjadi pilihan antara keluarga satu dengan yang lainnya. Inilah yang mendorong gadis di bawah umur sudah dinikahkan,’’ tambah Kepala Dinas Kependudukan  dan Catatan Sipil Kabupaten Tojo Una Una Drs Hasan Lasianta MM.

dr-hasantinKJm4g.jpg

Penulis (kiri) saat bersama dengan Kepala Dinas Capil Tojo Una Una Drs Hasan Lasianta MM (kanan). (Foto: CoWasJP)

Menurut Hasan Lasianta, dari enam desa yang ada di Kecamatan Talako, hanya Desa Kabalutan yang memiliki budaya seperti itu. Lima desa lainnya tidak, yaitu Desa Kalia, Malenge, Pautu, Tumotok, dan Kadoda. 

“Hingga kini jumlah penduduk Desa Kabalutan 2.421 orang, dan 141 di antaranya  menjadi janda muda. Ya karena adanya budaya lokal yang seperti itu,’’ ungkapnya.

Pemerintah Kabupaten Tojo Una Una sejak lama berusaha mengubah budaya itu. Namun tidak mudah mengubah budaya turun temurun di desa itu. Terbukti hingga saat ini budaya tersebut masih  berjalan.

”Karena faktor sumber daya manusia (SDM) sulit mengubah budaya mereka, meski pemerintah daerah sudah beberapa kali melakukan penyuluhan,’’ tandasnya. “Pemda Tojo Una-Una akan terus meningkatkan penyuluhan dan pembinaan agar budaya itu bergeser ke budaya yang lebih baik. Baik secara ekonomi maupun budayanya. Hingga kini kondisi inilah yang menjadi PR pemerintah Tojo Una-Una,’’ tambah Hasan.

pesawat-TINfwPt7.jpg

Hasan menjelaskan, dulu, Kota  Ampana masuk wilayah Poso. Namun setelah pemekaran wilayah akhirnya Ampana masuk wilayah Kabupaten Toju Una-Una. Alhasil, Kota Ampana yang semula hanya sebagai ibu kota Kecamatan kini menjadi ibukota Kabupaten.

Perkembangan kota Ampana lumayan bagus. Daerah itu sudah memiliki lapangan terbang, meski rute penerbangannya masih terbatas. Awal hanya pesawat Susi milik menteri kelautan. Namun karena hanya bisa mengangkut penumpang 30 orang, akhirnya armada penerbangan ditambah dengan masuknya Wing Air, group Lion Air, yang bisa mengangkut 90 penumpang dengan rute Ampana mampir ke Luwu lalu ke Makasar.

Begitu juga sebaliknya. Makasar - Palu lalu ke Luwu terus ke Ampana. Tanggal 12 Oktober 2016 penggunaan pesawat Wing Air mulai diberlakukan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Publisher : Ahmad Sukmana
Sumber : CoWasJP.com

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES