Peristiwa Daerah

Keamanan Jatim Pengaruhi Ekonomi Indonesia Timur

Jumat, 14 Oktober 2016 - 18:11 | 53.83k
Gubernur Jatim, Soekarwo, saat memberi paparan dalam Silaturahmi Forpimda Provinsi dengan Tiga Pilar Plus di Wilayah Besuki di Cempaka Hill Hotel Jember. (Foto Istimewa)
Gubernur Jatim, Soekarwo, saat memberi paparan dalam Silaturahmi Forpimda Provinsi dengan Tiga Pilar Plus di Wilayah Besuki di Cempaka Hill Hotel Jember. (Foto Istimewa)

TIMESINDONESIA, JEMBER – Keamanan Jawa Timur mempengaruhi ekonomi di kawasan Indonesia Timur, terutama dalam bidang pembangunan dan perdagangan. Itu karena posisi Jatim sangat strategis dan berada di tengah arus distribusi barang dan jasa (center of grafity) yang menjadi perhubung arus perdagangan.

“Misalnya ada ganguan keamanan di pelabuhan Jatim, pasti distribusi barang ke Indonesia bagian timur terganggu,” kata Gubernur Jatim, Soekarwo, saat memberi paparan dalam Silaturahmi Forpimda Provinsi dengan Tiga Pilar Plus di Wilayah Besuki di Cempaka Hill Hotel Jember, Jumat (14/10/2016).

Menurut dia, distribusi barang dari Jatim ditunggu sekitar 120 juta penduduk di luar Jatim. Tanpa adanya situasi aman, nyaman dan kondusif, maka kecil kemungkinan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Soekarwo berkata, kondusifitas wilayah mempengaruhi kontribusi Jatim terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Pada semester I Tahun 2016 misalnya, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim tercatat sebesar Rp 903,01 triliun, dengan pertumbuhan sebesar 5,5 persen.

Angka pertumbuhan itu lebih besar dibanding Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar Rp 6.026,60 triliun dengan pertumbuhan sebesar 5,04 persen, sehingga PDRB Jatim menyumbang PDB nasional sebesar 14,98 persen.

“Untuk menciptakan kondisi aman dan nyaman ini harus dimulai dari tingkat pedesaan melalui sinergi tiga pilar plus, yakni Babinkamtibmas, Babinsa, Kepala Desa ditambah dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat,” ujarnya.

Soekarwo berpendapat, sebuah daerah tak akan bisa membangun kalau kondisi wilayahnya tidak aman dan nyaman. Karena itu diperlukan penyamaan frekuensi perangkat pemerintah dalam mengambil keputuan.

“Kata kuncinya adalah kesejahteraan. Kesejahteraan tidak akan terjadi bila tak ada pembangunan. Dan pembangunan itu perlu situasi dan kondisi yang aman. Disinilah peran tiga pilar plus tersebut,” tuturnya.

Pentingnya situasi aman dan kondusif ini, lanjutnya, karena Jatim merupakan lumbung pangan nasional. Menurut data, beras di Jatim surplus 4,49 juta ton dan jagung 3,4 juta ton.

Ia juga mengingatkan para pemangku kepentingan di pedesaan bahwa kinerja ekonomi menunjukkan sebanyak 35,66 persen penduduk di Jatim adalah petani, sedangkan kontribusi terhadap PDRB dari sektor pertanian masih 14,22 persen, sehingga menyebabkan potensi urbanisasi dari pedesaan.

“Maka strategi untuk kesejahteraan yakni jangan jualan hasil produk pertanian dari sawah. Harus diproses menjadi industri pasca panen. Jangan menjual gabah kering panen tapi harus jadi beras. Ini harus diperhatikan oleh babinsa, babinkamtibmas dan kepala desa. Bila tidak urbanisasi besar-besaran akan terjadi,” paparnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES