Peristiwa Daerah

KPK: Kasus Korupsi Paling Banyak di Lembaga Swasta

Kamis, 13 Oktober 2016 - 20:02 | 69.70k
Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) KPK, Sujanarko, Kamis, (13/10/2016) (foto: viva.co.id)
Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) KPK, Sujanarko, Kamis, (13/10/2016) (foto: viva.co.id)

TIMESINDONESIA, MALANG – Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan kasus korupsi tertinggi berasal dari lembaga dan instansi swasta, dengan jumlah 142 kasus.

"KPK sempat terheran, karena malah swasta-lah yang paling banyak kasusnya," ungkap Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) KPK, Sujanarko saat mengisi kuliah tamu di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jawa Timur, Kamis, (13/10/2016).

Di kuliah tamu dengan tema 'Menyiapkan Generasi Hukum yang Bersih dan Antikorupsi' ini, Sujanarko membeberkan, untuk kasus korupsi di pejabat pemerintahan hanya sebanyak 129 kasus dan pada anggota DPR dan DPRD sebanyak 119 kasus.

"Polisi Indonesia paling banyak melakukan suap, yakni mencapai 75 persen. Sedangkan jaksa, hakim, serta penyidik sebesar 66 persen, sementara instansi pendidikan sebesar 21 persen," paparnya. 

Atas data itu, sambung Sujanarko, Indonesia masuk 20 besar negara terkorup dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara.

"Jelas, hal itu terjadi karena uang yang dimiliki swasta berkali-kali lipat dibandingkan APBN. Misalnya, APBN sebesar 600 Triliun, uang yang dimiliki swasta bisa 1500 Triliun," katanya

"Uang inilah yang digunakan untuk ‘mempermainkan’ para pejabat negara. Padahal, KPK tidak berwenang menindak swasta. Ini masalahnya,” urai Sujanarko.

Tentu itu sangat disayangkan KPK, sehingga Ia sangat berharap, mahasiswa menjadi generasi penerus yang memiliki idealisme dengan berpegang pada tiga poin penting untuk membangun sebuah bangsa yang bermartabat dan bebas korupsi.

"Tiga poin penting itu adalah ber-antikorupsi, ber-spesialisasi, dan ber-integritas," terang dia. Menurutnya, ber-antikorupsi artinya harus bertekad untuk tidak melakukan korupsi dalam bentuk apapun.

Lebih jauh, Ia menjelaskan, yang dimaksud dengan ber-spesialisasi yakni, setiap profesinya harus menjalankan pekerjaan sesuai job-desk yang sesuai dengan bidang profesionalnya.

"Tugasnya lawyer adalah membela klien. Kalau untuk urusan melakukan lobi, lalu lawyer ini ikut main golf dengan kliennya untuk mempermulus urusannya, ini namanya melakukan hal yang tidak berkepentingan dengan kaidah profesinya. Inilah yang disebut tidak ber-spesialisasi," papar mencontohkan. 

Lebih lanjut, Sujanarko menambahkan, yang dimaksud dengan ber-integrasi, yakni bermakna menjalankan sesuatu yang baik dan benar tanpa harus diawasi. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ardiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES