Kesehatan

Penderita HIV/AIDS di Jember Capai 2.637 Orang

Jumat, 30 September 2016 - 13:08 | 278.60k
ILUSTRASI, HIV/AIDS (Foto: padnsuanhidupsehat)
ILUSTRASI, HIV/AIDS (Foto: padnsuanhidupsehat)

TIMESINDONESIA, JEMBER – Jumlah penderita yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus and Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) di Kabupaten Jember, Jawa Timur mencapai 2.637 orang hingga akhir Juni 2016.

"Angka penderita HIV/AIDS di Jember menunjukkan tren peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Sejak ditemukan satu kasus pada 2004, tahun ini telah menjadi ribuan,” kata Sekretaris Komisi Penaggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Jember, Haryati, kepada TIMES Indonesia, Jum’at (30/9/2016).

Menurut dia, angka itu bisa lebih besar dari jumlah sebenarnya karena masih ada kecenderungan orang yang positif terinfeksi HIV/AIDS enggan memeriksakan diri ke puskesmas atau Rumah Sakit yang memiliki fasilitas klinik VCT atau Voluntary Counseling and Testing.

“VCT adalah tes HIV yang dilakukan secara sukarela. Nah, disinilah kami terkadang kesulitan, karena prinsipnya tes HIV tidak boleh dilakukan dengan paksaan atau tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan,” ujarnya.

Di Jember, klinik VCT tersebut ada di tiga rumah sakit, yakni Rumah Sakit Daerah (RSD) dr Soebandi, RSD Balung, dan RSD Kalisat.

Serta sembilan puskesmas yang tersebar di beberapa kecamatan, yakni Puskesmas Sumberjambe, Sukowono, Pakusari, Jember Kidul, Puger, Ambulu, Wuluhan, Kencong, dan Puskesmas Tanggul.

Haryati menyebut, potensi penularan terbesar HIV/Aids di Jember disebabkan oleh hubungan heteroseksual. Bahkan angkanya mencapai 80 persen dari kasus penularan penyakit mematikan itu.

“Sisanya disebabkan pemakaian narkoba suntik dan alat tusuk yang tidak steril juga faktor genetik,” terangnya.

Menurut Haryati, dari jumlah penderita tersebut 24 persen diantaranya adalah ibu rumah tangga. Angka itu merupakan jumlah terbesar orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Jember.

“Sementara 80 persen lebih penderita merupakan usia produktif, yakni antara umur 15 hingga 40 tahun,” jelasnya.

Untuk penanganan dan pengobatan, Haryati menambahkan, pihaknya telah menggandeng empat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bekerja secara sukarela mendampingi ODHA.

Pendampingan itu, kata dia, tak hanya kepada ODHA melainkan juga terhadap kelompok yang rentan terinfeksi HIV/Aids, seperti pekerja seks komersil dan transgender.

“Khusus kepada ODHA pendampingan itu ditujukan agar pengobatannya tidak putus di tengah jalan, karena masa pengobatannya seumur hidup. Sebab kalau putus sang penderita bisa kebal terhadap dosis obat yang diberikan sebelumnya,” kata Haryati. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES