Indonesia Positif

Tradisikan Ziarah, Panglima TNI Ajak Prajurit Belajar dari Sejarah

Selasa, 27 September 2016 - 15:09 | 53.83k
Pengasuh Pesantren Tebuireng KH Salahudin Wahid sedang berbincang dengan Panglima TNI Gatot Nurmantyo di sela ziarah dalam rangka HUT ke-71 TNI, Selasa (27/9/2016)
Pengasuh Pesantren Tebuireng KH Salahudin Wahid sedang berbincang dengan Panglima TNI Gatot Nurmantyo di sela ziarah dalam rangka HUT ke-71 TNI, Selasa (27/9/2016)

TIMESINDONESIA, JOMBANG – Panglima TNI Gatot Nurmantyo membangun tradisi baru dalam peringatan hari ulang tahun TNI. Menyongsong HUT ke-71 TNI, Panglima TNI mengajak seluruh Panglima Komando Utama (Pangkotama) untuk berziarah ke makam para mantan presiden dan panglima TNI.

Di Jawa Timur, Gatot mengajak sekitar 40 jenderal tersebut berziarah ke makam Presiden Soekarno di Blitar dan KH Abdurrahman Wahid di Tebuireng Jombang, Selasa (27/9/2016). Semua kepala staf dari ketiga kesatuan juga tampak mendampingi kunjungan tersebut. 

Rombongan ziarah yang dipimpin Panglima TNI tiba di Kompleks Pesantren Tebuireng sekitar pukul 11:30 WIB dan langsung disambut oleh Pengasuh Pesantren Tebuireng KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) beserta Nyai Farida Salahuddin.

Seluruh jajaran Majelis Keluarga Pesantren Tebuireng juga turut menyambut kedatangan rombongan Panglima TNI ini.

Kepada wartawan, pria kelahiran Tegal 13 Maret 1960 ini menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan hasil diskusi dengan seluruh kepala staf. Tujuannya, agar seluruh prajurit TNI senantiasa mengenang sejarah perjuangan kemerdekaan dan meneladani sikap para pahlawan.

Sebagaimana diketahui dalam berbagai literatur sejarah, setelah TNI terbentuk pada 5 Oktober 1945, bala tentara NICA berusaha menguasai kembali Indonesia dengan membonceng Pasukan Sekutu.

"Saat itulah, beberapa orang menghadap Kiai Hasyim Asy'ari untuk meminta fatwa beliau. Kemudian lahirlah Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, yang mewajibkan seluruh warga dalam radius yang belum boleh menjamak shalat untuk berperang melawan penjajah. Fatwa itu menegaskan, perang untuk mengusir penjajah hukumnya fardlu 'ain," tegas alumnus Akabri 1982 ini.

Pada 9 November, sebenarnya tentara dan rakyat sudah siap bertempur. Tapi oleh Kiai Hasyim diminta menunda dulu.

"Kiai Hasyim meminta agar semua pasukan menunggu Kiai Abbas dari Cirebon, yang beliau juluki sebagai "Singa dari Jawa Barat", tandasnya.

Sejarah kemudian mencatat, terjadilah peristiwa perang yang sangat heroik pada 10 November, yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.

"Karena semangat yang heroik dan pantang menyerah, perjuangan dengan senjata tradisional melawan senjata termodern pada saat itu berhasil kita menangkan. Bahkan pimpinan pasukan penjajah tewas di medan perang saat itu," ujar Gatot.

Dengan mengenang sejarah, Gatot Nurmantyo berharap prajurit TNI dapat mencontoh kegigihan para pahlawan dalam menghadapi situasi yang semakin sulit.

"Bung Karno mengatakan, perjuangan saya tidak berat karena hanya mengusir penjajah. Tapi perjuanganmu nanti akan lebih berat karena melawan bangsamu sendiri," tandasnya mengutip ungkapan Sang Proklamator.

Dengan tradisi ziarah ini, mantan KSAD ini berharap TNI dan kalangan pesantren dapat bergandengan tangan untuk menghadapi tantangan pembangunan.

"Pantang menyerah, komitmen, penuh dedikasi dan yang paling penting berjuang dengan ikhlas, tanpa kepentingan apa pun," pungkasnya.

Seperti diketahui, ketahanan informasi merupakan program yang digagas dan diinisiasi oleh TIMES Indonesia Network (TIN) yang berbasis pada trilogi jurnalisme positif.

Program ini meliputi ketahanan informasi ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, wisata, dan hankam. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-2 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES