Peristiwa Daerah

Mahasiswa Pilih Lapor Preman saat Motor Hilang, Ini Kata Kapolres

Senin, 29 Agustus 2016 - 10:33 | 61.22k
Mahasiswa UTM dan HMI Bangkalan ketika acara Fokus Group Discussion (FGD) di kantor Kecamatan Kamal bersama Kapolres Bangkalan, Kapolsek Kamal, Kapolsek Socah, dan perwakilan Danramil Kamal, Minggu (28/8/2016) malam.
Mahasiswa UTM dan HMI Bangkalan ketika acara Fokus Group Discussion (FGD) di kantor Kecamatan Kamal bersama Kapolres Bangkalan, Kapolsek Kamal, Kapolsek Socah, dan perwakilan Danramil Kamal, Minggu (28/8/2016) malam.

TIMESINDONESIA, BANGKALAN – Kehilangan motor kerap dialami mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura. Namun, mereka lebih memilih melapor dan menggunakan jasa para blater (preman) dibanding mengadu kepada pihak kepolisian. Fenomena seperti ini, sudah membudaya dikalangan mahasiswa.

Pernyataan tersebut disampaikan mahasiswa ketika Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bangkalan menggelar Fokus Group Discussion (FGD) di kantor Kecamatan Kamal bersama Kapolres Bangkalan, Kapolsek Kamal, Kapolsek Socah, dan perwakilan Danramil Kamal, Minggu (28/8/2016) malam.

BACA JUGA: Begal Semakin Marak, Mahasiswa Merasa Terancam

"Melapor kepada blater membuahkan hasil, dengan menyediakan uang tebusan, motor dikembalikan," ucap Mahasiswa Fakultas Pertanian, Benny.

Menurutnya, ketika kehilangan kendaraan dan melapor kepada polisi tidak ada jaminan motor bisa kembali. Alasan itulah yang mendasari mahasiswa menggunakan jasa preman. Apalagi, jasa blater ini cukup teruji dan tidak membutuhkan waktu yang lama.

Hanya saja uang tebusan yang disiapkan juga lumayan tinggi. Sumber TIMESIndonesia menyebut angka Rp 3 jutaan untuk "jasa' blatter ini.

"Misalnya, motor hilang pukul 09.00 pagi hari dan langsung melapor tidak lama kemudian sudah ditemukan," paparnya.

Sementara itu, Kapolres Bangkalan, AKBP Anissullah M Ridha dengan tegas menyampaikan, jika mahasiswa maupun yang lain lebih percaya kepada blater dari pada polisi sama halnya menjadi penghianat keamanan.

"Kalau cara seperti ini dibudayakan tentunya sudah menjadi kebiasaan buruk," tegas Anissullah dihadapan mahasiswa.

Menurutnya, menggunakan jasa blater dan tidak melapor kepada polisi menyebabkan upaya pengungkapan kasus pencuriaan kendaraan bermotor (curanmor) menjadi tersumbat. Seharusnya, budaya itu dibalik, saat terjadi kehilangan segera melapor ke polisi dan laporkan blater itu juga biar sekalian ditangkap.

"Tapi pertanyaannya, mahasiswa berani tidak melakukan itu. Jadi saat penyerahan uang kepada blater akan kami tangkap karena sudah memenuhi unsur pidana," tandasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES