Indonesia Positif

Akademisi FISIP UB: Rekom PKB antara Gus Udyn dan Gus Din

Minggu, 21 Agustus 2016 - 08:48 | 118.35k
Haris El Mahdi, pengamat politik dan dosen sosiologi FISIP UB
Haris El Mahdi, pengamat politik dan dosen sosiologi FISIP UB

TIMESINDONESIA, MALANG – Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di antara pilihan dua putera kyai untuk bertarung di Pilkada Kota Batu 2017 nanti, yaitu Muhyiddin (Gus Udyn) dan Gus Din (Khairudin). Begitu kesimpulan artikel yang berjudul 'Membaca PKB' yang ditulis Haris El-mahdi, seorang pengamat politik dan akademisi FISIP UB, yang tulisannya beredar luas di media sosial di Batu dan Malang Raya. 

PKB menjadi satu-satunya partai di luar PDIP yang melakukan penjaringan terbuka secara serius untuk Pilkada Kota Batu 2017. Sebagai partai terbesar kedua di Batu dan dengan kekuatan 4 kursi, PKB melakukan langkah besar untuk menjadi penantang utama perburuan kursi wali kota Batu 2017 nanti. Kekurangan 1 kursi tersisa tampaknya bukan halangan mengingat beberapa partai mulai merapat ke PKB.

Dalam proses penjaringan itu,  5 figur telah masuk,  yakni Budi Santoso (Tossy), Khairudin, Nur Rochman (Cak Nur), Muhyiddin, dan M Hazin. Dari kelima figur itu, Tossy menjadi yang pertama mengibarkan bendera putih, menyatakan diri mundur dari kompetisi. Tossy (mungkin) merasa dan mendengar bahwa PKB tidak akan menjatuhkan rekomendasi pada dirinya. 

Menurut Haris, pertimbangan Tossy untuk mundur cukup realistis. Dia tidak mempunyai modal budaya yang cukup di tubuh PKB. Dalam diri Tossy tidak ada aura NU yang menjadi watak khas PKB. Adalah sangat berisiko jika PKB memberi rekomendasi pada Tossy.

M Hazin juga dapat dikatakan mundur dari persaingan, meski tidak terucap dalam kata. Sejak pertama ditetapkan sebagai bakal calon, tidak ada gerakan nyata dari M Hazin. Durasi tatap muka dengan warga nihil, poster dan baliho tidak ada, dan bahkan gerakan dari tim suksesnya juga tak terdengar. Tidak ada inisiatif berebut wacana persaingan untuk mendapat rekomendasi PKB.

Praktis, hanya tersisa tiga orang kandidat potensial PKB, yakni Khairudin,  Muhyiddin, dan Nur Rochman. Menurut Haris, figur Cak Nur tipis peluangnya untuk mendapat rekomendasi. Posisi Cak Nur, baru tahun 2014 di legislatif dan langsung mendapat posisi sebagai wakil ketua DPRD. Aturan yang mengharuskan anggota dewan berhenti jika menjadi cawali atau cawawali membuat para calon yang berlatar belakang anggota dewan berpikir sekian kali. Posisi ini membuat Cak Nur ragu, karena bukan sebuah pertaruhan yang murah dan mudah demi posisi calon walikota.

"Persaingan di PKB tinggal antara dua orang Gus. Gus Muhyiddin dan Gus Khairudin, yang mempunyai panggilan mirip,  "Gus Din " untuk Khairudin dan "Gus Udyn " untuk Muhyiddin. Keduanya mempunyai plus dan minus," terang pengamat yang lahir dan berdomisili di Batu ini.

Lebih lanjut Haris menjelaskan bahwa Gus Din adalah pengasuh pondok pesantren yang cukup besar di Bululawang, Kabupaten Malang. Dia mempunyai kemampuan modal ekonomi yang memadai untuk maju menjadi calon walikota. Kelemahannya, nama Gus Din tidak cukup membumi di level akar rumput,  terutama di kalangan nahdiyin kota Batu. Gus Din bukan orang Batu dan tidak pernah tinggal di Batu. Sejauh ini, tidak ada upaya cukup massif untuk memperkenalkan diri pada wong mbatu. Dia lebih mengandalkan baliho dan spanduk untuk meraih popularitas instan. Agaknya, dengan modal ekonomi yang dimilikinya, Gus Din berpandangan bahwa memperkenalkan diri kepada wong mbatu adalah prioritas yang kesekian. Dia lebih banyak bermain di level elit NU dan PKB. Patut dicatat, Gus Din juga ikut penjaringan Partai Demokrat dan santer tersiar kabar sudah mendapat rekomendasi dari HANURA. 

Gus yang lain, Gus Udyn, punya latar belakang yang cukup bagus. "Gus Udyn adalah seorang teknokrat yang bekerja cukup lama di BAPPENAS. Merencanakan pembangunan dan mengelola anggaran merupakan keahlian mayor yang dia miliki. Selama puluhan tahun Gus Udyn bekerja di jantung kekuasaan Republik Indonesia, Jakarta. Dia pulang kampung untuk ikut meramaikan pilkada Batu. Sama dengan Gus Din,  pada awalnya Gus Udyn juga tidak terlalu dikenal di Batu,  meskipun dia sendiri, adalah orang asli Batu."

"Gus Udyn bekerja sangat keras memperkenalkan diri. Gus Udyn menyapa satu per satu wong mbatu dan membangun komunikasi politik dengan para elit politik Kota Batu. Dari satu pojok ke pojok,  dari satu sudut ke sudut yang lain, Gus Udyn dibantu Konco Udyn bergerak sangat massif. Pelan tapi pasti, popularitas Gus Udyn terangkat," tambah pria yang juga aktif sebagai pegiat Omah Munir dan gerakan masyarakat sipil ini.

Pada bagian akhir, Haris memberikan kesimpulan melalui beberapa pertanyaan. Apakah PKB memilih calon walikota yang kaya tapi elitis,  tidak membumi di level akar rumput dalam diri Gus Din? Ataukah figur yang tidak kaya, tetapi membumi ke akar rumput dalam diri Gus Udyn? Apakah PKB akan memberi rekomendasi pada Gus Din yang mempunyai background sebagai pengasuh pondok pesantren? Ataukah Gus Udyn yang ahli dan profesional dalam perencanaan pembangunan dan pengelolaan anggaran?

"Jika pertimbangannya adalah "gizi " dan politik jangka pendek, Gus Din akan mendapat rekomendasi. Namun, jika pertimbangannya adalah rekam jejak dan kapasitas dalam pemerintahan, Gus Udyn yang akan dapat rekomendasi," pungkas dosen Sosiologi Politik ini tentang calon paling potensial yang akan melawan figur calon dari partai petahana PDIP. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES