Peristiwa Daerah

MCW: Tambang di Kabupaten Malang Rawan Korupsi

Senin, 13 Juni 2016 - 18:22 | 90.07k
Wakil koordinator MCW, Hayyik Ali saat ditemui media (foto : Imad/TIMES Indonesia)
Wakil koordinator MCW, Hayyik Ali saat ditemui media (foto : Imad/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Malang Corruption Watch (MCW) menilai sektor pertambangan kini telah rawan  menjadi salah satu lahan korupsi para konglomerat, hingga pejabat publik untuk melakukan praktek korupsi.

Pasalnya, sejak mencuatnya kasus kematian Salim Kancil di akhir 2015 lalu, sektor pengelolaan pertamabangan ini terlihat tidak dikello dengan baik sehingga menimbulkan petaka bagi lingkungan, negara bahkan masyarakat.

Wakil koordinator MCW, Hayyik Ali mengatakan sektor tambang merupakan kekayaan alam yang harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Akan tetapi pada kondisi saat ini, kekayaan alam tersebut malah menjadi petaka bagi masyarakat. Menurut Hayyik, banyak sekali permasalahan yang timbul dalam sektor pertambangan, mulai dari permasalahan administrasi, pelaksanaan, pengawasan, kerusakan yang ditimbulkan hingga timbulnya keresahan yang mengacam kehidupan warga.

“Sektor tambang ini telah menjadi lahan korupsi yang menimbulkan petaka bagi masyarakat lingkungan bahkan membawa kerugian besar bagi negara,” kata Hayyik, Senin (13/3/2014).

Hayyik mencontohkan, salah satu permasalahan sektor pertambangan di bagian pengawasan. Pada tahun 2014, luas tambang pasir besi di Kabupaten Malang mengalami peningkatan dari 27,10 ha menjadi 50,29 ha yang tak diikuti dengan adanya perkembangan produksi.

Bahkan, selama tahun 2010  hingga 2014 tercatat nilai produksinya tak mengalami perubahan sebesar 0. Hal ini membuat Pemasukan Anggaran Daerah (PAD) Kabupaten Malang dari sektor tambang tidaklah maksimal.

“Ini sangat janggal, karena luas tanah pertambangan tidak diikuti dengan naiknya perkembangan nilai produksi sehingga tak ada pemasukan bagi daerah,” jelasnya.

Lebih lanjut, Hayyik menambahkan kondisi itu sangat jauh dari realita pertambangan yang ada di Kabupaten Malang. Karena sepanjang hampir semua tambang pasir besi di pantai selatan Kabupaten Malang semua memiliki Izin Penambangan Rakyat (IPR) yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat.

Sementara itu, menurut UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah untuk pembagian hasil tambang, daerah memiliki bagian yang cukup besar.

Dalam UU tersebut dijelaskan bagian daerah dari landrent sebesar 80 persen, dengan rincian 16 persen untuk provinsi dan 64 persen untuk kabupaten atau kota penghasil.

Sedangkan untuk royalti bagian daerah sebesar 80 persen dengan rincian 32 persen untuk kabupaten atau kota penghasil, 32 persen untuk kota atau kabupaten lain di provinsi yang sama dan 16 persen untuk provinsi setempat.

Meski terdapat aturan demikian, PAD Kabupaten Malang masih terlihat tidak terpaut jauh dengan Kota Malang yang tidak memiliki kekayaan alam dari sektor tambang. Pada tahun 2016, PAD Kabupaten Malang hanya senilai Rp 394.872.007.214,95 sedangkan PAD  Kota Malang senilai Rp 370.951.765,609.

“Dari perbandingan PAD Kabupaten dan Kota Malang sudah terlihat bahwa potensi sektor ini banyak terdapat perbedaan, sehingga sektor ini perlu dievaluasi kembali oleh pemerintah daerah,” tandasnya.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES