Peristiwa Daerah

Minim Ikon Seni Budaya, Pariwisata Malang Kurang Dikenal

Rabu, 25 Mei 2016 - 19:38 | 40.50k
Diskusi Seni Budaya Sebagai Aset Pariwisata yang diselenggarakan PFI Malang di Hotel Tugu, Rabu (25/5/2016). (Foto: Hafiz/MalangTIMES)
Diskusi Seni Budaya Sebagai Aset Pariwisata yang diselenggarakan PFI Malang di Hotel Tugu, Rabu (25/5/2016). (Foto: Hafiz/MalangTIMES)

TIMESINDONESIA, MALANG – Kata darurat rasanya pas menggambarkan kondisi Kota Malang saat ini. Khususnya dalam dunia Kebudayaan dan Pariwisata. 

Meski belakangan ini banyak event seni budaya yang diselenggarakan Pemkot Malang maupun pihak swasta, namun faktanya tak mampu menggaung secara nasional apalagi internasional. 

Festival maupun pagelaran tersebut dinilai meniru event serupa di daerah lain yang sudah lebih dahulu terkenal, sehingga tidak ada orisinalitas yang bisa ditonjolkan. 

Selain itu, ada dua hal yang membuat dunia pariwisata di Kota Malang kurang bisa menggaung di kancah nasional maupun internasional, yaitu lantaran Kota Malang dan Malang Raya pada umumnya tidak mempunyai ikon seni budaya yang digarap serius dan bisa ditonjolkan menjadi ikon Kota. 

Sejarawan Malang, Dwi Cahyono mengatakan kebutuhan akan ikon seni budaya di Kota Malang sangat mendesak dan perlu segera dipikirkan bersama. Lanjut Dosen Universitas Negeri Malang ini, Kota Malang bisa dibilang terlambat dalam menggarap ikonnya. 

"Walaupun potensi ikon itu sudah ada, namun tidak segera dikuatkan," tandas pria yang juga seorang Arkeolog ini dalam Diskusi "Seni Budaya Sebagai Aset Pariwisata di Malang" yang diselenggarakan oleh Pewarta Foto Indonesia (PFI) Malang di Hotel Tugu, Rabu (25/5/2016). 

Dwi Cahyono pun mengusulkan pagelaran seni kolosal Ken Arok dan Ken Dedes serta Tari Brskalan dan Tari Topeng Malangan sangat berpotensi untuk menjadi ikon Kota Malang. Namun sekali lagi Dwi kembali mengingatkan satu yang menjadi persoalan adalah konsistensi

"Jika tidak konsisten maka nggak bakalan bisa menjadi ikon. Harus ada konsistensi terus kita ulang, kita tampilkan, kita kuatkan, kita surakan saya kira cepat atau lambat akan menjadi ikon yang patut diandalkan," ucapnya.

Dwi menyontohkan pagelaran sendra tari Ramayana di Candi Prambanan, Sleman pada awalnya kurang mendapat animo dari masyarakat, namun lantaran dilakukan secara intensif kini pagelaran tersebut bisa menggaung dan dikenal di level internasional. 

Sementara itu sebagai melalui kegiatan diskusi tersebut, Pewarta Foto Indonesia (PFI Malang) berharap dapat memberikan sedikit sumbangsih untuk kemajuan pariwisata Kota Malang.

"Kemajuan seni budaya, sebagai warisan leluhur merupakan salah satu kepentingan pewarta foto, dengan majunya seni dan budaya di malang, akan semakin banyak pilihan pewarta foto mengeksplore karya-karya foto disamping dampak-dampak lain yang dirasakan pelaku seni dan industri parawisata," kata Ketua PFI Malang, Hayu Yudha Prabowo pada MalangTIMES. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Sumber : =

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES