Pendidikan

Sabet Prestasi Internasional, Karya Dua Pelajar Lamongan Dicuekin Pemerintah

Senin, 11 April 2016 - 16:24 | 84.97k
Rintya Miki Afrianti dan, Dwi Nailul Izzah memamerkan produk pengharum ruangan dari kotoran sapi yang mereka ciptakan. (Foto : Ardiyanto/lamonganTIMES)
Rintya Miki Afrianti dan, Dwi Nailul Izzah memamerkan produk pengharum ruangan dari kotoran sapi yang mereka ciptakan. (Foto : Ardiyanto/lamonganTIMES)

TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Masih ingat dengan penemuan menakjubkan yang pernah dihasilkan dua orang siswi SMA Muhammadiyah 1 Babat (SMU1BA), Kabupaten Lamongan?. Ya, mereka adalah Rintya Miki Afrianti dan, Dwi Nailul Izzah yang pada 2013 silam berhasil menciptakan karya ilmiah berupa pengharum ruangan berbahan dasar kotoran sapi.

Atas karyanya itu, Rintya dan Dwi mampu mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional setelah menggondol juara tiga di ajang International Environment Project Olympiade (INEPO) 2013, di Istanbul, Turki dan juara pertama di Tokyo. Setelah sebelumnya, dengan karya ilmiah yang sama mereka meraih medali emas di event Indonesia Science Project Olimpiade (ISPO) di tahun yang sama.

Namun sayangnya pencapaian gemilang keduanya tidak dibarengi dengan apresiasi dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamongan. Pemkab seolah melakukan pembiaraan dan hanya memberi janji-janji palsu tanpa bukti.

"Itu (dipatenkan Hak Kekayaan Intelektual atau HAKI, red) masih belum tahu. Dinas BLH (Badan Lingkungan Hidup, red) gak apa-apa kalau mau diuruskan sama Haki-nya. Mestinya dinas pro aktif, kalau memang Pemkab bangga dengan prestasi siswa, kan ya harusnya dibantu, bukan diabaikan sampai sekarang," keluh Rintya.

Harapannya, pemerintah lebih memerhatikan karya-karya anak muda yang sukses mengharumkan Kabupaten Lamongan, bahkan Indonesia di level internasional. "Kita sih punya keinginan untuk ini. Pemerintah mempermudah patennya, kita diberi alatnya, karena alat kita kurang lengkap, kita ingin coba alat yang lebih modern lagi, apalagi packingnya juga sulit," sambung dia.

Padahal, sebagai anak muda, mereka menghadapi tekanan yang tak ringan. Netizen banyak mencerca keduanya dengan berbagai komentar-komentar miring. "Banyak netizen yang bilang jijik dengan kotoran ini dibuat parfum," sahut Dwi. Lebih lanjut, menurutnya, persoalan halal - haram juga, pernah diteliti, namun berhasil dibuktikan halal," katanya.

Menghadapi cercaan netizen, Dwi mengaku sempat merasa jengah. Namun, keduanya memilih untuk mengabaikannya. "Jengkel sih, tapi mau gimana lagi, tapi masyarakat bagaimanapun mengomentari toh ini lebih untuk mengatasi banyaknya limbah sapi daerah sini. Kita gak pakai makan, jadi hanya faktor jijik saja," terangnya.

Menurut Rintya, ide membuat parfum pengharum ruangan berbahan kotoran sapi itu sebenarnya terinspirasi dengan seniman Inggris, James Nicholas, yang membuat parfum dari kotorannya sendiri, dengan cara diekstrak. Dari ide itu, dua siswi ini mencoba memanfaatkan limbah kotoran sapi, yang banyak tersedia di daerah sekitar sekolah.

"Kita waktu kelas 2, kita terinspirasi Jame Nicholas, seorang penemu parfum. Paling banyak di sini kotoran sapi, jadi kita ambil itu," ulasnya.

Untuk menjadikan kotoran sapi menjadi parfum pengharum ruangan memerlukan proses dan tahapan. Menurut dua siswi ini, bagian tersulit adalah proses fermentasi dan penyulingan kotoran sapi yang membutuhkan waktu kurang lebih tiga hari.

Setelah itu, kotoran sapi yang sudah difermentasi diperas dengan bantuan air untuk diambil ekstraknya. Proses selanjutnya adalah destilasi atau penyulingan dengan pengapian yang cukup, pada tahap destilasi ekstrak kotoran sapi dicampur dengan antiseptik yang berguna untuk menghilangkan kuman dan menghentikan fermentasi, serta air kelapa.

"Pertama kotoran sapi diambil dan dikeringkan dan difermentasi, lalu dicuci melalui proses penyulingan. Kotoran itu selanjutnya dipanaskan sampai menguap di atas kompor, diuapkan sampai mendidih, embun tetesannya diambil," beber Rintya.

Hasil destilasi dari ekstrak kotoran sapi selanjutnya dicampur dengan natrium bicarbonat, dan dimasukkan ke botol kemasan pengharum ruangan. "Ada alat pendingin, jadi alat pendingin itu sudah jadi parfum. Dari 1 kilogram kotoran sapi menghasilkan 225 militer," sambungnya.

Pengharum ruangan yang dihasilkan dari kotoran sapi ini mempunyai aroma bau alami dari tumbuh-tumbuhan yang biasa dimakan oleh sapi. "Jadi akan berbau aroma natural, di dalam kotoran sapi ada cincin benzena," kata Rintya.

Rintya menjelaskan, pengharum ruangan yang diberi nama Wade Air Fresener memakai model sprei, tetapi dengan model sprei aroma alaminya cepat hilang, dan cuma tahan 3 menit. "Pengharum biasa pakai alkohol, kalau pakai alkohol kan haram, jadi kita belum tahu cara menguapkannya. Kita sebenarnya mau bikin gel," inginnya. 

Lebih jauh, tambah Dwi, karya yang sempat diadu dengan peserta dari 50 negara dunia ini pernah ditawar untuk dibeli sebuah home industri asal Surabaya. "Pernah ada yang nawar mau beli produk ciptaan kami. Kurang tahu berapa nawarnya. Tapi karena kita rencana mau patenkan jadi kita tolak. Yang dihubungi pihak sekolahan, saya kurang tahu," pungkasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES